“ T „
BAB 2 APA? AKU RASA BUAH?
Happy birth tea to you
Happy birth tea to you
Happy birth tea – on your birth tea
Happy birth tea to
you..uu..wwuuuii..
Siiuutt…plok!
Sebuah benda terbanting dengan keras ke dinding di samping penyanyi kerajaan
bertubuh kate.
“Iiiik…” Nyanyian ulang tahun yang sudah
dua jam ini ia dendangkan diiringi sitar, sejenis gitar asli India dengan ujung bulat terhenti.
Kampre Tea, penyanyi kerajaan
bertubuh mungil –tingginya kira-kira hanya 100 cm- menutupi wajahnya dengan
kedua belah tangan.. Plook! Tuk! Dhueeeng.. Potongan sandal yang sebelah melayang,
terpental ke helm punggawa berbadan gemuk pendek, jatuh menimpa ujung meja kayu
dan sukses membunyikan gong. Batu permata rubi merah besar yang menghias sandal
tersebut tampak somplak ujungnya.
“Diaaam ..Kampre tea! Pergi sana
jauh-jauh!” Dengan menggerutu, Kampre Tea berlalu bersama segerombolan orang
kate pemain musik.
Raja Bailin Gong Fu mondar mandir di
kerajaan. Ia baru saja mendapat kiriman lukisan mozaik kaca berwarna sebesar
dinding sebagai hadiah ulang harinya yang ke 777. Di dunia Tea, sehateh (satu
hari teh) = 1 tahun lunar. Bayangkan!
Masak raja penguasa teh kegelapan berusia 777 tahun lunar, tersenyum dalam
lukisan penuh buah begitu! Mana senyumnya
terlihat *@%# begitu, batinnya. Kan
aku sudah tersenyum dan berpose dengan gagah!
Picture : Lukisan Raja Bailin Gongfu tersenyum tolol dikelilingi
buah-buahan
Merasa terganggu dengan image dirinya, ia berteriak menyuruh
punggawa kerajaan memanggil Meep Ling, penasehat kerajaan. Yang dipanggil
datang tergesa. Ujung jubah suteranya yang tak terpasang rapi, terseret-seret saat
ia berlari mengikuti sang punggawa.
“Ya,
Baginda Raja oo.. Raja Bailin.” Ia menjura pada sang Raja.
“Meep Ling, aku merasa terganggu
dengan lukisan ini. Yap! Aku tau, aku tau.. kita sedang kampanye penjualan teh
rasa buah dengan Kerajaan Liptea.” Raja Bailin mengangkat tangannya. Haep. Meep
Ling yang hendak berbicara langsung menutup mulutnya kembali.
“Besok, carikan seorang anak muda
yang gagah tampan dan perkasa untuk menggantikan promo teh buah. Dan kau..ya!
Kau.!.” Telunjuk Raja Bailin terarah pada salah seorang patih berbaju biru,
Darjee Ling yang tadi sedang asyik melamun menatap lukisan stained glass, istilah kerennya untuk lukisan kaca warna warni yang
dipatri dengan tembaga- Raja Bailin Gongfu
“Yaa..y..yaa.. Baginda?” Ia
menundukkan badannya dalam-dalam.
“Bawa lukisan ini keluar, cepat!
Besok malam, saat jamuan makan kerajaan, lukisan itu sudah diganti dengan
lukisan diriku. TANPA BUAH! Kau dengar?”
“Bb..b..baik, Yang Mulia.”
Darjee Ling beserta dua punggawa
lainnya segera membawa lukisan itu keluar. Raja Bailing Gongfu
menghentak-hentakkan kakinya. Ia kesal.
“Meep Ling!”
“Ya, boss?”
“Siapa saja yang sudah diundang?”
Meep Ling membersihkan
tenggorokannya. Mengambil daftar undangan dari balik jubah. “Ehem.. Ratu
Cydia Leucostoma yang cantik dan kejam..aaw!” Telinga Meep Ling terkena
lontaran biji salak yang sedang dikunyah Raja. Seandainya tatapan bisa membunuh,
Meep Ling pasti sudah terkapar tak bernyawa.
“Lanjutkan.
Tanpa deskripsi.”
“Baik,
Yang Mulia. Empat Raja Kegelapan Besar, Penguasa Kabut Mistral, Dewa Dewi dari
Langit Besi dan Raja Setora Nitens dari Kerajaan Ulat Api. Di barak belakang, kita
juga akan mengadakan jamuan untuk segerombol monyet emas dan perak serta
helopeltis.” Digulungnya kembali perkamen.
“Grrrhh…
dan.. Ratu Luv Cha?”
“Sejauh
ini, beliau menyatakan kesediaannya untuk tidak datang, Yang Mulia.”
“Ti-dak
da-tang. Hmm.. ia selalu memiliki sejuta alasan selama tujuh ratus tahun lunar
belakangan ini.” Raja Bailin mengelus jenggotnya.
Ratu Luv Cha yang cantik jelita adalah penguasa
kerajaan Green Tea. Ia selalu tampil cantik dan menawan, jika berjalan ringan
melayang. Jubah sutera hijau daunnya akan melambai mengikuti langkahnya. Telah
lama Raja Bailin mengajak Ratu Luv Cha berkolaborasi, bekerja sama menciptakan jenis
teh baru untuk obat herbal, namun Ratu Luv Cha menolak dengan halus. Ia
memiliki kekuatan penyembuh tingkat tinggi. Kerajaannya dikelilingi oleh para
ahli dengan kesaktian yang tak tersentuh.
Pak! Pak! Pak! Raja Bailin memukul ujung meja. Ia menoleh
kearah Meep Ling.
“Nanti malam, aku akan keliling kerajaan, mengecek persiapan
pesta. Kali ini, pesta ulangtahunku akan menjadi sangat meriah dan tak
terlupakan. Kau ingat itu!” Dengan mengangkat kepala, raja Bailin Gongfu berdiri
dari singgasana indahnya, berpose sejenak di depan kaca kristal sebesar jendela,
lalu melangkah keluar.
“Fiuuuh..” Meep Ling, Darjee Ling yang tadi masuk
kembali diam-diam, menghembuskan nafas
lega. Serempak keduanya menoleh, mengangkat alis dan kembali ke kamar masing-masing.
Istirahat kembali, sebelum persiapan sore nanti berkeliling bersama sang raja.
******
Raja Bailin masuk
ke kamar dan segera mengganti baju kebesaran. Ia menghela napas dan menyapu
seluruh ruangan dengan pandangannya. Entah kenapa ia selalu merasa kesepian. Ia
jadi ingat mendiang ratu Dianhong.
“Mommy, I miss you..” Bisiknya lirih. “Sekarang ulangteh-ku ke 777, loh mam. Aku kangen sama mami, sama ayahanda, sama adek bayi.” Raja Bailin duduk di depan jendela. Angannya mengembara ke peristiwa beberapa ratus tahun lunar yang lalu.
“Mommy, I miss you..” Bisiknya lirih. “Sekarang ulangteh-ku ke 777, loh mam. Aku kangen sama mami, sama ayahanda, sama adek bayi.” Raja Bailin duduk di depan jendela. Angannya mengembara ke peristiwa beberapa ratus tahun lunar yang lalu.
Pukul 13.00 tepat. Bai-cil (Bailin
Gongfu Kecil) baru saja pulang sekolah, dan langsung merasakan kehebohan
suasana. Kepala pelayan berlari-lari bersama dua orang dokter khusus kerajaan
Teh Hitam. Mereka memasuki ruang tidur Maminda Ratu Dianhong. Seorang pengasuh
menggandeng lengan Baicil menuju ruang tengah. Ayahandanya, Raja Tan Gongfu,
duduk didalam perpustakaan. Termenung. Alis dan sudut bibirnya turun, tertekuk
kebawah.
Dia bangkit dengan mata berkaca-kaca ketika melihat Bai-cil. “Hk..Ibumu..Ibumu..”
“Mami kenapa, ayah?” Mata Bai-cil membelalak. Tidak mungkin..Ti-dak-bo-leh. Ti-dak-a-kan. Ti-dak-ti-dak-ti-dak. Terbata-bata Bai-cil mengulang kata tidak. Seribu kata TI-DAK melayang-layang dikepala Bai-cil. Dan, brug! Tanpa dikomando, badannya ambruk ke lantai.
Ia terbangun dengan kepala pening. Cahaya temaram kekuningan memasuki matanya. Yang pertama dilihatnya, adalah inang pengasuh. Lalu chandellier berisi seratus batang lilin menyala yang tergantung. Musik instrumental clavinova berisi lagu-lagu kesedihan. Bai-cil tahu, sesuatu telah terjadi…Maka ia menurut saja ketika inang pengasuhnya yang gemuk menyodorkan secangkir teh rempah madu hangat. Sebagai anak dari kerajaan teh hitam yang terpelajar, Bai-cil mengenali bau harum sejumput chamomile dan seujung sendok kecil lemon balm. Diseruputnya sedikit. Rasa panas manis menjalar di kerongkongannya, mengendorkan urat syaraf di kepala Bai-cil.
Tak. Tok. Tak. Tok. Suara langkah kaki yang berat mendekati pembaringan Bai-cil.
“Ayah?” Bai-cil berusaha berdiri, namun ayah lebih cepat. Merengkuhnya kedalam pelukan. Tangan ayah yang besar meredam kepala dan sesenggukan tangis yang tidak disadari keluar dari mulut Bai-cil. Tangan ayah mengelus kepalanya.
“Ayah sayang Bai-cil. Bunda juga sayang sama Bai-cil. Tapi, Tuhan lebih sayang sama adek bayi, jadi bunda menemani adek bayi disana, ya?” Ayah menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajah Bai-cil. Mengusap aliran deras yang menganak-sungai di pipinya. Bai-cil mengangguk-angguk keras. Lidahnya kelu.
“Lihat mata ayah. Mulai sekarang, kita hanya berdua. Jadi, kalau ada apa-apa, kamu boleh cerita sama ayah. Kamu boleh nangis, boleh main pukul-pukulan, boleh apa saja. Tak lama, paling-paling seribu tahun lunar lagi, kita bisa bertemu bunda. Oke?” Bai-cil mengangguk lemah.
“Jawab, sayang.”
“Hk..hkk.. i..iya..a.a.ayaah..” Sedunya. Bai-cil melayangkan pandangan ke dinding kamarnya yang indah, dipenuhi tiruan sulur daun teh perak dan untaian buah cherry dari batu ruby. Disalah satu dinding tergantung lukisan sebesar jendela dengan pigura yang dihiasi seperti tetesan embun terbuat dari berlian. Disana, Maminda Ratu Dianhong dan Bai-cil sedang tertawa menatap seekor burung hong.
Bai-cil masih menatap lukisan itu lama. Setelah ayahanda raja meninggalkannya, setelah kegelapan menyelimuti kerajaan Teh Hitam yang berduka. Setelah alunan instrumentalia clavinova selesai dibunyikan.
Bai-cil berbisik, “Aku kangen mami.” Ia tertidur dengan wajah mami ratu Dianhong menghiasi mimpinya. Sayup-sayup Bai-cil menyenandungkan lagu yang mami ratu Dianhong ciptakan untuknya.
Dia bangkit dengan mata berkaca-kaca ketika melihat Bai-cil. “Hk..Ibumu..Ibumu..”
“Mami kenapa, ayah?” Mata Bai-cil membelalak. Tidak mungkin..Ti-dak-bo-leh. Ti-dak-a-kan. Ti-dak-ti-dak-ti-dak. Terbata-bata Bai-cil mengulang kata tidak. Seribu kata TI-DAK melayang-layang dikepala Bai-cil. Dan, brug! Tanpa dikomando, badannya ambruk ke lantai.
Ia terbangun dengan kepala pening. Cahaya temaram kekuningan memasuki matanya. Yang pertama dilihatnya, adalah inang pengasuh. Lalu chandellier berisi seratus batang lilin menyala yang tergantung. Musik instrumental clavinova berisi lagu-lagu kesedihan. Bai-cil tahu, sesuatu telah terjadi…Maka ia menurut saja ketika inang pengasuhnya yang gemuk menyodorkan secangkir teh rempah madu hangat. Sebagai anak dari kerajaan teh hitam yang terpelajar, Bai-cil mengenali bau harum sejumput chamomile dan seujung sendok kecil lemon balm. Diseruputnya sedikit. Rasa panas manis menjalar di kerongkongannya, mengendorkan urat syaraf di kepala Bai-cil.
Tak. Tok. Tak. Tok. Suara langkah kaki yang berat mendekati pembaringan Bai-cil.
“Ayah?” Bai-cil berusaha berdiri, namun ayah lebih cepat. Merengkuhnya kedalam pelukan. Tangan ayah yang besar meredam kepala dan sesenggukan tangis yang tidak disadari keluar dari mulut Bai-cil. Tangan ayah mengelus kepalanya.
“Ayah sayang Bai-cil. Bunda juga sayang sama Bai-cil. Tapi, Tuhan lebih sayang sama adek bayi, jadi bunda menemani adek bayi disana, ya?” Ayah menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajah Bai-cil. Mengusap aliran deras yang menganak-sungai di pipinya. Bai-cil mengangguk-angguk keras. Lidahnya kelu.
“Lihat mata ayah. Mulai sekarang, kita hanya berdua. Jadi, kalau ada apa-apa, kamu boleh cerita sama ayah. Kamu boleh nangis, boleh main pukul-pukulan, boleh apa saja. Tak lama, paling-paling seribu tahun lunar lagi, kita bisa bertemu bunda. Oke?” Bai-cil mengangguk lemah.
“Jawab, sayang.”
“Hk..hkk.. i..iya..a.a.ayaah..” Sedunya. Bai-cil melayangkan pandangan ke dinding kamarnya yang indah, dipenuhi tiruan sulur daun teh perak dan untaian buah cherry dari batu ruby. Disalah satu dinding tergantung lukisan sebesar jendela dengan pigura yang dihiasi seperti tetesan embun terbuat dari berlian. Disana, Maminda Ratu Dianhong dan Bai-cil sedang tertawa menatap seekor burung hong.
Bai-cil masih menatap lukisan itu lama. Setelah ayahanda raja meninggalkannya, setelah kegelapan menyelimuti kerajaan Teh Hitam yang berduka. Setelah alunan instrumentalia clavinova selesai dibunyikan.
Bai-cil berbisik, “Aku kangen mami.” Ia tertidur dengan wajah mami ratu Dianhong menghiasi mimpinya. Sayup-sayup Bai-cil menyenandungkan lagu yang mami ratu Dianhong ciptakan untuknya.
anakku sayang, tidurlah sayang
malam tlah menjelang
esok hari baru ‘kan datang
kita kan bermain bersama
di taman dengan riang…
Tok
tok tok. “Boss? Sudah jam empat sore,
nih,” suara Meep Ling terdengar di pintu
“Yang Mulia, salah satu gerombolan Perampok Hitam berhasil memperoleh selentingan
“Hmm, tidak ada yang baru?” Raja Bailin menaikkan sebelah alisnya.
“Formula baru ini berbeda, Yang Mulia. Hanya sebesar biji kacang hijau berkekuatan seratus
“Itu berarti banyak, Meep Ling! Baik! Panggil orang itu kemari sekarang juga, aku mau bicara
“Mm..orangnya sudah di ruang biasa, boss.” Meep Ling memberi kode ke arah ruang tamu
Sore itu, Raja Bailin merasa bahagia. Ia mendapat kado terindah dalam hidupnya. Informasi
malam tlah menjelang
esok hari baru ‘kan datang
kita kan bermain bersama
di taman dengan riang…
Raja
Bailin Gongfu mengibaskan tangannya. Aah. Ia tak mau hidup di masa lalu lagi.
Dibunyikannya buku-buku jari tangan. Krretek kreeteek. Hidup itu ya sekarang. Tak
ada lagi Bai-cil yang kesepian, yang selalu diejek karena mengambil rapor –dengan
nilai terendah-ditemani pembantu. Yang ada sekarang Raja Bailin Gongfu yang berkuasa!
kamar. Haiya. Cepat amat, gerutunya.
Dua orang pelayan memasuki ruangan membawa seperangkat
pakaian serta senampan
teh dan kue-kue. Mereka membantu raja Bailin mengenakan jubah untuk
sore hari.
Meep Ling tersenyum simpul penuh
kemenangan ketika menaruh selembar surat di hadapannya.
Raja Bailin menatap
dengan curiga. “Ada apa?”
“Yang Mulia, salah satu gerombolan Perampok Hitam berhasil memperoleh selentingan
bahwa Kerajaan Oolong Tea menemukan
formula rahasia teh ginseng emas!”
“Hmm, tidak ada yang baru?” Raja Bailin menaikkan sebelah alisnya.
“Formula baru ini berbeda, Yang Mulia. Hanya sebesar biji kacang hijau berkekuatan seratus
ribu ton pucuk daun
teh. Dan..” Meep Ling tak menyelesaikan kalimatnya. Ia menyeringai.
“Itu berarti banyak, Meep Ling! Baik! Panggil orang itu kemari sekarang juga, aku mau bicara
dengannya!” Mata
Raja Bailin berkilat. Kesedihannya sudah berganti menjadi ketamakan.
“Mm..orangnya sudah di ruang biasa, boss.” Meep Ling memberi kode ke arah ruang tamu
kedap suara khusus untuk para
informan.
Sore itu, Raja Bailin merasa bahagia. Ia mendapat kado terindah dalam hidupnya. Informasi
yang berlabel “TOP SECRET & CONFIDENTIAL” alias rahasia
penting dan tak terjamah. Formula
Tidak ada komentar
Posting Komentar
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)