Davina membanting pintu kamar. Air mata yang sedari
tadi ia tahan mengalir tak terbendung.
Huuh.. tepat di saat ia harus maju ujian
sidang sarjana, Benny kekasihnya melenggang pergi bersama Tiara, asisten dosen
yang membantu penelitiannya selama ini!
Seluruh data yang telah diolah, diambil alih dan diakui Benny
sebagai data miliknya! Hancur sudah impian yang ia tata selama ini. Ia bermimpi
wisuda didampingi Benny, mama dan papa, serta mendapat predikat cum laude.
Selama sejam ia uring-uringan, memaki hidup yang tak
bersahabat, ketika..loh, apa ini? Tangannya
menyentuh sebuah benda keras di bawah bantal. Davina menariknya, sebuah kotak beledru
berwarna ungu! Perasaan tadi nggak ada, batinnya. Dibesutnya sisa tangis,
pelan-pelan ia duduk.
Klik.
Suara anak kunci terbuka ketika ia menekan sebuah
tombol. Hmmpf. Ia menahan napas. Sebuah cahaya samar-samar terlihat dari dalam
kotak.
Dan.. apa itu? Ada tiga buah kotak lagi di dalamnya! Tersusun rapi memenuhi ruang kotak pertama, dan dalam beberapa ukuran. Ia tak sempat berpikir, karena tahu-tahu sebuah angin berputar dan menyedot dirinya ke dalam!
Dan.. apa itu? Ada tiga buah kotak lagi di dalamnya! Tersusun rapi memenuhi ruang kotak pertama, dan dalam beberapa ukuran. Ia tak sempat berpikir, karena tahu-tahu sebuah angin berputar dan menyedot dirinya ke dalam!
“Halo, Davina.” Sebuah suara lembut menyapa. Peri!
Davina terperangah. Mimpikah aku? Ia mencubit tangan
kanannya. Aaw!
“Aku akan memberimu sebuah kotak,” Ibu Peri menerangkan
kepadanya sambil membuka kotak tersebut satu persatu.
“Davina, kotak paling
besar berisi hati yang pedih, mutiara air mata dan kaki yang terluka. Ia sarat
akan ilmu dunia.”
Ia membuka kotak kedua. “Kotak kedua, berisi sayap-sayap mimpi bidadari. Di sudut-sudutnya nampak lamunan indah, serta kepingan cita-cita.”
Ibu Peri menatap mata Davina dalam. “Terakhir, di kotak paling kecil yang berkilauan cahaya, terserak permata keikhlasan dan sekeranjang senandung harap pada Yang Kuasa. Kuasailah ketiganya, karena tanpa itu semua kau bukan siapa-siapa.“
Ia membuka kotak kedua. “Kotak kedua, berisi sayap-sayap mimpi bidadari. Di sudut-sudutnya nampak lamunan indah, serta kepingan cita-cita.”
Ibu Peri menatap mata Davina dalam. “Terakhir, di kotak paling kecil yang berkilauan cahaya, terserak permata keikhlasan dan sekeranjang senandung harap pada Yang Kuasa. Kuasailah ketiganya, karena tanpa itu semua kau bukan siapa-siapa.“
Dengan kalimat terakhir itu, Davina tersentak bangun.
Oh,
hanya sebuah mimpi yang indah. Ya. Sekalipun kakinya akan sakit dan terluka, ia
akan berjuang dan menguasai hidup dengan mimpi-mimpinya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)