Oleh: A.S. Laksana
Kita menulis karena kita mencintai kata-kata: bagaimana ia terdengar, bagaimana ia menggetarkan pita suara kita, bagaimana ia membentuk kalimat dan memberikan makna terhadap keberadaan kita. Kata-kata adalah bayi yang kita lahirkan. Kita mestinya memperlakukan mereka sebaik-baiknya—tidak dengan cara teledor.
Pemborosan adalah sebuah bentuk keteledoran bagi seorang penulis, orang tua dari setiap kata-kata. Pengulangan-pengulangan yang tidak perlu menunjukkan bahwa kita tidak percaya pada kata-kata. Dengan demikian, kita juga menyangsikan kesanggupan pembaca kita untuk mencerna makna pada kesempatan pertama. Karena itu kita merasa perlu mengulang-ulang. Celakanya, setiap jenis pemborosan sering tidak menjadikan cerita bertambah baik, ia justru akan melemahkannya.
Mari kita lihat sebuah tulisan yang boros:
Pemborosan menyiksa kita. Apakah penulis menganggap bahwa pembacanya tidak mempunyai urusan lain sehingga ia tega menyuguhkan kepada pembaca kalimat yang diulang-ulang?
Dengan alasan apa pun, kita sebagai penulis tidak boleh menyiksa pembaca. Beri mereka kesenangan dan bukan sesuatu yang membosankan. Pilih kata yang paling tepat untuk menyampaikan apa yang anda inginkan. Dan sampaikan itu sekali saja. Tak perlu anda mengulang-ulang.
Kita harus meyakini bahwa setiap kata yang kita pilih akan menjalankan tugas sebaik-baiknya. Mari kita lihat lagi surat yang diterima oleh Rina dan apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki paragraf tersebut.
Paragraf yang terakhir ini rasanya lebih baik, namun anda mungkin merasakan bahwa geraknya terlalu cepat. Untuk lebih memperlambatnya, mungkin kita perlu menambahkan kalimat seperti ini:
Atau kalimat yang melukiskan perasaan Rina:
Atau kalimat lain lagi:
Di samping pemborosan dalam penuturan, sesuatu yang menyebabkan cerita anda seperti berputar-putar, kemubaziran juga bisa terjadi dalam sebuah kalimat, misalnya:
Untuk anda ingat: tulisan yang baik tidak menyediakan ruang untuk pemborosan.
Bapakku masih membaca kamus setiap hari. Ia bilang bahwa hidup kita tergantung pada kepiawaian kita menggunakan kata.
Arthur Scargill,
pemimpin buruh Inggris.
pemimpin buruh Inggris.
Kita menulis karena kita mencintai kata-kata: bagaimana ia terdengar, bagaimana ia menggetarkan pita suara kita, bagaimana ia membentuk kalimat dan memberikan makna terhadap keberadaan kita. Kata-kata adalah bayi yang kita lahirkan. Kita mestinya memperlakukan mereka sebaik-baiknya—tidak dengan cara teledor.
Pemborosan adalah sebuah bentuk keteledoran bagi seorang penulis, orang tua dari setiap kata-kata. Pengulangan-pengulangan yang tidak perlu menunjukkan bahwa kita tidak percaya pada kata-kata. Dengan demikian, kita juga menyangsikan kesanggupan pembaca kita untuk mencerna makna pada kesempatan pertama. Karena itu kita merasa perlu mengulang-ulang. Celakanya, setiap jenis pemborosan sering tidak menjadikan cerita bertambah baik, ia justru akan melemahkannya.
Mari kita lihat sebuah tulisan yang boros:
- Rina
duduk bersilang kaki di sofa besar. Ia merasa segalanya akan berubah.
Ia membuka amplop dan mengintip isinya. Surat di dalam amplop itu
terlipat rapi. Ia menarik keluar surat dalam amplop tersebut dan
membukanya. Ia cemas akan isi surat tersebut. Ia khawatir bahwa Doni
memutuskan hubungan mereka melalui surat tersebut. Tangannya gemetar
membuka lipatan surat. Dengan perasaan tidak pasti ia membaca
kalimat-kalimat yang akan mengubah hidupnya selama-lamanya. Segalanya
tidak lagi seperti semula.
Pemborosan menyiksa kita. Apakah penulis menganggap bahwa pembacanya tidak mempunyai urusan lain sehingga ia tega menyuguhkan kepada pembaca kalimat yang diulang-ulang?
Dengan alasan apa pun, kita sebagai penulis tidak boleh menyiksa pembaca. Beri mereka kesenangan dan bukan sesuatu yang membosankan. Pilih kata yang paling tepat untuk menyampaikan apa yang anda inginkan. Dan sampaikan itu sekali saja. Tak perlu anda mengulang-ulang.
Kita harus meyakini bahwa setiap kata yang kita pilih akan menjalankan tugas sebaik-baiknya. Mari kita lihat lagi surat yang diterima oleh Rina dan apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki paragraf tersebut.
- Rina
duduk bersilang kaki di sofa besar dan mengintip isi amplop di
tangannya. Ditariknya surat dari dalam amplop tersebut, lalu ia buka
lipatannya. Jari-jarinya gemetar saat ia membaca kalimat demi kalimat
yang akan membuat hidupnya berubah selamanya.
Paragraf yang terakhir ini rasanya lebih baik, namun anda mungkin merasakan bahwa geraknya terlalu cepat. Untuk lebih memperlambatnya, mungkin kita perlu menambahkan kalimat seperti ini:
- Ia mengusapkan telapak tangannya ke bajunya—baju pemberian Doni.
Atau kalimat yang melukiskan perasaan Rina:
- Ia merasa tak akan sanggup hidup tanpa Doni.
Atau kalimat lain lagi:
- Surat
itu meruapkan aroma masa lalu. Rina menarik nafas panjang dan
membayangkan Doni duduk di sebelahnya, memegang tangannya, mengusap
tempurung lututnya, mengangkat jemari tangannya lalu menciumnya dengan
lembut.
Di samping pemborosan dalam penuturan, sesuatu yang menyebabkan cerita anda seperti berputar-putar, kemubaziran juga bisa terjadi dalam sebuah kalimat, misalnya:
- Hanya iblis semata yang tidak mau bersujud di hadapan manusia.
Yang benar: Hanya iblis yang tidak mau bersujud di hadapan manusia.
Atau: Iblis semata yang tidak mau bersujud di hadapan manusia.
Sejak pagi ia tidak makan apa pun juga.
Yang benar: Sejak pagi ia tidak makan apa pun.
Jumlah total orang di ruangan itu ada sepuluh orang.
Yang benar: Jumlah orang di ruangan itu ada sepuluh.
Ia mendapatkan hadiah cuma-cuma sebuah arloji dari pemilik toko.
Yang benar: Ia mendapatkan hadiah sebuah arloji dari pemilik toko.
Untuk anda ingat: tulisan yang baik tidak menyediakan ruang untuk pemborosan.
Tidak ada komentar
Posting Komentar
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)