|Desember 2013 |
Penulis : Irma Irawati | Ilustrasi : Agus Willy K |
| Tata Letak Isi : Adibintang@Creasi | Pewajah Sampul : Doni Ramdhoni |
| Penyunting : Imran Laha & Siti Rahmiyah|
| Penerbit : Adibintang - Zaytuna Ufuk Abadi | ISBN : 978-602-1254-57-6 |
| Harga Rp. 57.000,00 | 120 Hal |
|Peresensi : Tanti Amelia @nengdiary.blogspot.com|
| Tata Letak Isi : Adibintang@Creasi | Pewajah Sampul : Doni Ramdhoni |
| Penyunting : Imran Laha & Siti Rahmiyah|
| Penerbit : Adibintang - Zaytuna Ufuk Abadi | ISBN : 978-602-1254-57-6 |
| Harga Rp. 57.000,00 | 120 Hal |
|Peresensi : Tanti Amelia @nengdiary.blogspot.com|
K
|
umpulan kisah nyata ini dibuka
dengan pertanyaan. Mengapa seorang gadis cilik dari keluarga berada menganggap sebuah
telepon genggam bekas adalah hadiah ulang tahun istimewanya? Ada apa dengan
benda itu?
Kisah demi kisah tentang pengorbanan, kasih sayang dan ketulusan hati Ibu pun terkuak satu per satu.
Hari itu, Jendral Su Hwan mengikuti kata hatinya saat menjadi seorang relawan di sebuah kota yang terguncang gempa hingga porak poranda. Sesudah dua hari menyisir reruntuhan, ia menemukan seorang ibu yang duduk dengan posisi tubuh mengunci rapat tangan, seperti melindungi sesuatu. Betapa terperanjatnya ketika diketahui ia tengah menyusui bayinya yang mungil! Sang ibu muda juga mengetikkan kalimat terakhir di telepon genggamnya :
Anakku sayang, jika
kau hidup, ingatlah ini,
Mama akan selalu
mencintaimu.
Doa? ya, doa.
Seorang Ibu tak melindungi anak-anak dengan fisiknya saja. Untaian doa juga. Karenanya, sebuah buku harian mencatat dalam kebisuan tentang sebuah penantian panjang, sekaligus tragedi yang menimpa anak tersayang ketika lehernya terjerat kain gorden dan harus dilarikan ke NICU. Semua disikapi dengan doa. Ikhlas.
Seorang Ibu tak melindungi anak-anak dengan fisiknya saja. Untaian doa juga. Karenanya, sebuah buku harian mencatat dalam kebisuan tentang sebuah penantian panjang, sekaligus tragedi yang menimpa anak tersayang ketika lehernya terjerat kain gorden dan harus dilarikan ke NICU. Semua disikapi dengan doa. Ikhlas.
“Ya Allah, sedikit sedekah ini
mungkin tak berharga di mataMu.
Namun, aku memberikannya setulus hati.
Aku
berharap ketulusan ini akan mengetuk pintu kasih sayangMu. Berilah hidup serta
kesehatan pada putraku tercinta.”
Buku yang indah ini juga dihiasi
oleh banyak ilustrasi oleh Agus Willy K yang menggambarkan kedukaan,
kegembiraan, harapan sekaligus ketegaran. Kita diajak melihat jalur jalan raya luar
kota yang lengang dan gelap dari kacamata putri kedua. Ia menuliskannya dalam kisah Ibuku, Ibu Kangguru. Ibu harus menyetir kendaraan dengan satu
tangan menggendong si bungsu yang terlelap. Ia terpaksa melakukan itu karena
putera pertama mondok di pesantren.
Dan
dekapan Ibu-lah yang paling aman,
untuk adikku yang masih kecil.
Selamat
berjuang Ibu, aku akan selalu di sisi Ibu.
Menemani di saat perjalanan berat
ataupun ringan.
Kasih Ibu benar-benar tak mengenal
batas. Jika yang lain diberi kekuatan untuk menerima seorang anak piatu bernama
Ibam, Ibu yang lain mendapat anugerah berupa seorang anak yang terlahir cacat
ganda akibat virus rubella. Tapi Ibu tak berkecil hati, malah bertekad akan
memberi setiap langkah untuk sang putera tercinta. Dengan langkah berkekuatan
seribu kuda!
Subhanallah..
Cinta Ibu bergerak di semua lini. Ia
menjadi kuat demi anak-anaknya. Dan ia juga menjadi sumber kekuatan buat
anak-anaknya. Dan itu berarti… pengorbanan..
Ibu tahu, putrinya akan bangga
memakai baju baru di depan keluarga dan teman-teman di Hari Raya, sehingga Ibu
tak mempedulikan sakit gigi. Ibu juga tahu bahwa ia harus berjuang ketika
melahirkan, sehingga menurut pada setiap kata dari bidan yang mendampingi. Dan
semua itu mereka tebus dengan nyawa mereka.
Ibu adalah pejuang. Ia berlari di
dalam kobaran api, untuk menyelamatkan anak tercinta yang bahkan tak mau
mengakui. Karena ia buruk rupa.
Ibu juga akan mengenang kepergian
anak-anaknya. Entah karena sakit atau karena diambil secara paksa darinya.
Hatinya akan sakit. Dan ia akan berkata,
“Cinta
Mama tak pernah habis, nak..”
*************
Saya membaca buku ini karena beruntung.
Beruntung bisa ikut dalam bedah buku oleh penulisnya, Irma Irawati sekaligus menjadi
moderator dadakan (^_^). Irma bercerita tentang proses
kreatif buku dengan meneteskan air mata haru dan suara tercekat. Yaa, sosok Ibu
dalam hidup Irma juga telah lama berpulang. Irma bercerita tentang kehilangan ini dalam kisah Baju baru Terakhirku.
Beberapa halaman awal dan akhir dipenuhi
oleh endorse dari 50 Ibu yang menjadi
first reader Irma Irawati. Semua
terkesan kagum dan teringat akan ibu masing-masing. Saya sendiri tuntas
membacanya dalam semalam. Irma bercerita dengan bahasa yang lugas dan santun.
Walaupun ada beberapa kata yang salah, narasi yang panjang dan ending yang tergesa di beberapa kisah,
namun tak mengurangi makna serta kedalaman pesan. Ilustrasi menarik, serta layout yang rapi membuat mata ini terasa
dimanjakan.
Kisah demi kisah diceritakan dengan
berbagai sudut pandang. Kadang dengan sudut pandang orang ketiga, atau dengan
tokoh ‘aku’ – berupa sebuah buku harian maupun anak yang mendampingi.
Saya menikmati setiap kisah diseling membesut airmata. Pesan moral yang ingin disampaikan adalah cinta,
pengorbanan dan kasih sayang seorang Ibu yang takkan padam.
Maafkan Ibu, Nak.
Ibu hanya punya cinta dan sayang…
Ibu hanya punya cinta dan sayang…
Good day very cool website!! Man .. Excellent .. Amazing ..
BalasHapusI will bookmark your site and take the feeds additionally?
I'm satisfied to find numerous helpful info right here
in the post, we want develop extra techniques in this regard,
thank you for sharing. . . . . .
my site ... E Liquid ()
Thanks for sharing your thoughts about E Liquid - -.
BalasHapusRegards