Dunia
online dan internet kini mungkin telah makin merasuk dalam keseharian
raga kita. Sejumlah survey menyebut, jam rata-rata yang dihabiskan untuk
mengulik jagat online kian meningkat (dibanding waktu untuk melihat
televisi atau membaca buku dan koran kertas).
Digitalnomics dan cyberlife mungkin memang telah menjadi “our second
life”. Meledaknya smartphone dengan screen lebar membuat interaksi
digital kita makin intens dan intim.
Lalu, seberapa masif ledakan kehidupan digital itu? Berikut fakta –
fakta mencengangkan tentang ledakan internet; yang ditampilkan dalam
infografis yang tak kalah indahnya.
- See more at:
http://strategimanajemen.net/2014/03/03/fakta-fakta-mencengangkan-tentang-internet-dan-masa-depan-digital/#sthash.WLVxLMzJ.dpuf
Dunia
online dan internet kini mungkin telah makin merasuk dalam keseharian
raga kita. Sejumlah survey menyebut, jam rata-rata yang dihabiskan untuk
mengulik jagat online kian meningkat (dibanding waktu untuk melihat
televisi atau membaca buku dan koran kertas).
Digitalnomics dan cyberlife mungkin memang telah menjadi “our second
life”. Meledaknya smartphone dengan screen lebar membuat interaksi
digital kita makin intens dan intim.
Lalu, seberapa masif ledakan kehidupan digital itu? Berikut fakta –
fakta mencengangkan tentang ledakan internet; yang ditampilkan dalam
infografis yang tak kalah indahnya.
- See more at:
http://strategimanajemen.net/2014/03/03/fakta-fakta-mencengangkan-tentang-internet-dan-masa-depan-digital/#sthash.WLVxLMzJ.dpuf
Dunia
online dan internet kini mungkin telah makin merasuk dalam keseharian
raga kita. Sejumlah survey menyebut, jam rata-rata yang dihabiskan untuk
mengulik jagat online kian meningkat (dibanding waktu untuk melihat
televisi atau membaca buku dan koran kertas).
Digitalnomics dan cyberlife mungkin memang telah menjadi “our second
life”. Meledaknya smartphone dengan screen lebar membuat interaksi
digital kita makin intens dan intim.
Lalu, seberapa masif ledakan kehidupan digital itu? Berikut fakta –
fakta mencengangkan tentang ledakan internet; yang ditampilkan dalam
infografis yang tak kalah indahnya.
- See more at:
http://strategimanajemen.net/2014/03/03/fakta-fakta-mencengangkan-tentang-internet-dan-masa-depan-digital/#sthash.WLVxLMzJ.dpuf
Istilah netizen
adalah portmanteau dari internet kata dalam bahasa Inggris dan warga
negara. Hal ini didefinisikan sebagai suatu entitas atau orang secara
aktif terlibat dalam komunitas online dan pengguna internet,
terutama satu avid.
Istilah ini juga dapat menyiratkan minat dalam
meningkatkan internet, khususnya yang terkait dengan membuka akses dan
kebebasan berbicara.
Netizens juga sering disebut
sebagai cybercitizens, yang memiliki arti yang sama. Istilah ini
diciptakan oleh Michael Hauben.
Kendati sudah delapan tahun menempel ketat dalam dunia online sejak
pakar komputer Michael Hauben memperkenalkannya dalam sebuah artikel
pada 1992, netizen masih terdengar asing pada sebagian telinga pengakrab dunia maya.
Dalam artikelnya berjudul “The Net and Netizens: The Impact the Net
Has on People’s Lives”, Hauben yang saat itu masih berumur 17 tahun
mengartikan netizensebagai “Orang-orang online yang aktif dan
memberikan kontribusi terhadap perkembangan Net. Orang-orang ini
memahami nilai pekerjaan kolektif dan komunal aspek komunikasi publik.”
Ringkasnya netizen adalah pengguna Internet yang aktif terlibat dalam komunitas online seperti email, online chat, blog, jejaring sosial, mesin pencari dan games online atau
Mereka yang menghabiskan waktu 24-jam-nya, dengan terus berjuang tetap
Connect! di dunia online lewat teknologi Internet dan mobile Internet.
Teknologi informasi yang terus berkembang –diantaranya yang paling
mutakhir adalah keluarnya produk komputer tablet dan ponsel pintar– kian
mempermudah hidup manusia sehingga berselancar di dunia maya pun bisa
dilakukan di mana saja dan kapan saja.
Kelompok yang paling hirau dengan perkembangan teknologi informasi ini adalah netizen itu.
Kini mereka semakin aktif, terlebih setelah munculnya gadget-gadget
terbaru berkualitas jaringan tinggi (3G dan 4G) seperti BlackBerry.
Gaya hidup sosial masyarakat para Netizen semakin mengalami
transformasi yang menjadi-jadi, akibat berbagai macam tren sosial yang
terus berdatangan lewat situs-situs jejaring sosial. Terlebih lagi
setelah Mark Zuckerberg dan rekannya membuat situs jejaring sosial terpopuler di dunia, Facebook.
Hampir setiap orang di Indonesia mempunyai akun Facebook. Dan itu secara tak langsung mengubah mereka menjadi netizen. Contoh lain bisa dari twitter, blog, web, Linkedin, Google+ dll…
Minggu lalu telah dibentangkan sejumlah fakta yang cukup mengejutkan tentang ledakan data-data digital.
Misal dalam satu hari saja : terdapat 2,8 milyar pencarian via Google,
864 juta status diupload di Facebook, 822 ribu website baru dilahirkan,
dan terdapat transaksi rp 4,3 triliun dalam e-commerce.
Ledakan data-data digital itu lalu memunculkan fenomena baru yang kini dikenal dengan istilah : big data revolution. Tentang bagaimana jutaan data digital itu diulik untuk menebak perilaku Anda di masa depan.
Ya, diam-diam tumpukan data digital itu bisa dengan presisi menebak arah nasib Anda di masa mendatang.
Bagi orang awam, tumpukan 864 juta status yang tiap hari di upload di
Facebook itu mungkin hanya sampah (junk information). Namun bagi
seorang “data scientist”, tumpukan data itu adalah harta karun.
Data scientist adalah jenis profesi baru yang melambung dalam era
revolusi big data ini. Tugasnya mengulik jutaan data digital yang
berserakan, dan kemudian memasaknya untuk menemukan pola, pattern, dan
voila, menemukan prediksi yang akurat tentang arah perilaku masa depan
kita.
Contoh sederhana : dari jejak digital yang saya patrikan di blog ini,
dalam kolom komen di blog orang lain, dalam transaski online yang saya
lakukan, serta ribuan status saya di Facebook, Twitter dan Instagram;
seorang data scientist bisa dengan akurat memprediksi : minat saya,
produk apa saja yang AKAN saya beli, berapa jumlah tabungan yang saya
miliki, berapa besar biaya pulsa saya dalam sebulan, serta ada berapa
kartu kredit ada di dompet saya.
Apa yang kemudian terjadi jika “data-data” itu dijual atau dimanfaatkan oleh produsen besar?
Tentu saja saya akan dengan “mudah” dibujuk dan “masuk perangkap”;
sebab bahan-bahan promosi yang mereka gunakan sudah disesuaikan PERSIS
dengan selera, jumlah tabungan, dan arah minat yang saya miliki.
Dalam banyak hal, situasi seperti diatas sudah terjadi. Sebagai pelanggan setia Amazon.com (toko buku online terbesar di dunia); saya sering browsing dan membeli buku-buku dari mereka.
Tanpa saya bilang, mereka kemudian tahu pola selera saya.
Besok-besok, saat saya mampir, mereka memunculkan sejumlah rekomendasi
buku yang layak dibeli.
Dan ajaibnya : rekomendasi yang mereka tawarkan persis dengan minat
dan selera buku yang saya ingin beli. Dengan mudah saya “masuk perangkap
Amazon”. Dan akhirnya, beli buku lagi.
Dalam menggoreng jutaan data digital, seorang Data Scientist dibekali
dengan apa yang disebut sebagai “Analytical Software”. Smart software
inilah yang akan melacak pattern dan pola dari jutaan data digital yang
berserakan.
Dalam skala yang kecil dan sederhana; saya ingin menunjukkan
kekuatan analytical software ini. Dalam mengelola blog ini saya dibekali
dengan analytical software. Dari software ini, saya kemudian bisa
melacak mana tulisan-tulisan di blog ini yang paling banyak dibaca dan
juga mendapat komentar terbanyak.
Tanpa survei, saya kemudian dengan segera bisa tahu jenis tulisan apa
saja yang digemari oleh pembaca blog ini (dan juga tulisan apa yang
kurang begitu disukai).
Dengan bantuan seorang data scientist dan advance analytical
software, saya sejatinya bisa melakukan analisa prediktif yang akurat.
Misal, dari tulisan yang sedang Anda baca ini, saya bisa menebak berapa
orang yang AKAN membacanya, dan berapa jumlah komentar yang AKAN masuk
(bahkan sebelum tulisan itu diterbitkan).
Itulah contoh sederhana yang mengambil kasus blog ini. Proses serupa
bisa dilakukan media atau perusahaan besar yang melibatkan jutaan data
digital pelanggan dan pembacanya.
Informasi yang didapat bisa sangat powerful : sebab jika sebuah
produsen bisa memprediksi arah perilaku masa depan para pelanggannya
dengan akurat; profit bisa dicetak dengan laju secepat kilat.
Dan dalam era revolusi BIG DATA digital, proses seperti itu telah menjadi kenyataan.
Contoh lain dalam skala yang agak besar : sebuah lembaga penelitian
telah melacak jutaan data digital seluruh mahasiswa dari sebuah kampus
di Amerika. Dari jutaan data digital yang dimasak itu, muncul temuan
yang lumayan mencengangkan. Mereka bisa memprediksi dengan cukup akurat,
siapa saja mahasiswa yang kelak akan sukses dalam hidupnya. Dan siapa
yang akan hidup dengan penghasilan pas-pasan (mungkin hingga akhir
hayatnya).
That’s the power of of big digital data revolution.
Dengan kata lain, jejak-jejak digital yang Anda tinggalkan dalam
dunia maya ini memberikan infomasi yang amat kaya tentang diri Anda.
Informasi tentang apa minatmu, berapa penghasilanmu, dan yang paling
penting : apakah kelak kamu akan sukses dalam hidup atau selalu terpuruk
dalam hidup serba kekurangan.
Welcome to Digital Explosion. Welcome to Big Data Revolution.
- See more at:
http://strategimanajemen.net/2014/03/10/digital-explosion-dan-revolusi-big-data-saat-arah-masa-depanmu-dengan-mudah-bisa-ditebak/#sthash.iygTFUyz.dpuf
Bagi pemasar, kekuatan para Netizen tentunya dapat dijadikan sebagai
peluang maupun tantangan tersendiri. Di saat mereka menjadi influencer
di komunitas mereka masing-masing, apa yang mereka post di blog, share
di Facebook, broadcast lewat BBM atau tweet di Twitter, dapat
mempengaruhi dan membentuk opini jutaan orang. Di lain pihak, Netizen
bisa menjadi “teroris” bagi pemasar dan suara mereka tidak mudah untuk
“dikendalikan.”
Dinamisnya teknologi Internet dan sebegitu royalnya orang Indonesia
dalam mengkonsumsi barang sosial media saat ini, menjadi dasar kami di
MarkPlus Insight bersama Majalah Marketeers untuk mengkaji dan meneliti
perilaku para pengguna Internet di Indonesia.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan berbagai data dan informasi
terkait aspirasi, kecemasan, dan hasrat penduduk dunia online ini.
Melalui riset ini kami ingin mendapatkan gambaran yang komprehensif
tentang kebiasaan dan perilaku mereka dalam berinteraksi dan menggunakan
internet.
Metodologi Riset “Netizen Indonesia”
Kajian yang dilakukan oleh MarkPlus Insight mengenai pengguna
Internet di Indonesia ini dilakukan dengan menggunakan metode yang
komprehensif mulai dari riset sekunder dan riset primer.
Riset primer menggunakan dua pendekatan. Pertama, pendekatan
kualitatif melalui focus group discussion (FGD) sebanyak 4 grup, yang
terdiri dari anak sekolah (SMA), anak kuliah dan baru kerja, pegiat dan
influencer social media, serta pengguna e-commerce.
Kedua, melalui pendekatan riset kuantitatif, dalam hal ini, survei
terhadap 1,500 responden (margin of error 2,58 % dengan confidence
interval 95 %) yang tersebar di 8 kota besar Indonesia yaitu Medan,
Palembang, Jabodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, dan Makassar.
Untuk survei kuantitatif, responden harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan yaitu mer
mereka saat ini adalah pengguna Internet dan mobile internet, berumur
15 – 64 tahun, dengan pengeluaran keluarga minimal Rp. 1,750,000.
Teknik sampling yang digunakan dalan survei ini menggunakan metode multi
stage random sampling, sedangkan pemilihan responden dalam satu rumah
dilakukan dengan menggunakan metode kish grid. Proses wawancara terhadap
responden dilakukan pada bulan September 2010.
Dari sekian banyak temuan riset Netizen, paling tidak ada sembilan
temuan menarik yang bisa dijadikan panduan oleh pemasar dalam memahami
pengguna Internet di Indonesia secara lebih mendalam.
Berikut beberapa
temuannya:
- Satu dari Tiga anggota keluarga adalah pengguna Internet
- Delapan dari sepuluh orang melakukan akses melalui mobile Internet
- Para Netizen menghabiskan waktu selama rata-rata tiga hingga lima jam untuk akses Internet
- Pengguna Internet rata-rata memiliki lebih dari 1 gadget
- Media konvensional bukan lagi menjadi referensi utama pengguna Internet
- Enam persen pengguna Internet pernah melakukan transaksi online
- Sembilan dari sepuluh pengguna Internet memiliki akun Facebook dan 1 dari 5 pengguna Internet memiliki akun Twitter
- Dalam satu bulan rata-rata Netizen menghabiskan 50 – 150 ribu untuk akses Internet
Hasil riset ini, menunjukkan bahwa masyarakat pengguna internet atau
netizen di Indoensia terus berkembang. Bahkan didunia menempati ranking
kedua dengan jumlah sekitar 30 juta orang. Yang menarik adalah 6% atau
sekitar 1,8 juta selalu melakukan transaksi secara online.
Vivanews memberitakan bahwa menurut laporan terbaru dari Nielsen,
terjadi tren pertumbuhan belanja online di kalangan pengguna internet di
Indonesia. Pada hasil riset bertajuk Global Online Shopping Report, 80
persen pengguna internet di Indonesia berencana untuk melakukan belanja
online dalam enam bulan ke depan.
“Bila disandingkan dengan data dari riset yang sama, 68 persen dari
responden mengaku pernah melakukan belanja online di masa lalu, sehingga
akan ada peningkatan jumlah persentase orang yang belanja online di
Indonesia,” ujar Catherine Eddy, Executive Director Consumer Research
Indonesia, Nielsen, di kantornya, gedung Mayapada Tower Jakarta, Rabu 14
Juli.
Dari riset yang dilakukan PT Nielsen Company
of Indonesia terhadap 500 responden di berbagai kota di Indonesia itu
memperlihatkan meningkatnya kepercayaan masyarakat dalam melakukan
transaksi secara online. Kondisi ini juga menunjukkan peningkatan
penghargaan masyarakat terhadap hak cipta karya orang lain.
Produk yang paling banyak diminati masyarakat Indonesia adalah
buku kemudian pakaian, sepatu atau asesoris sebagai pilihan kedua.
Sedangkan pilihan ketiga hingga ke enam adalah pembelian tiket pesawat
atau reservasi, barang-barang elektronik, hardware komputer, serta
software komputer.
Menyangkut cara pembayaran, pengguna internet di Indonesia lebih
banyak menggunakan paypal, diikuti kartu debit, transfer bank, kartu
kredit, dan transfer uang. Banyaknya kasus pembobolan kartu kredit di
internet menyebabkan banyak konsumen yang takut menggunakannya sebagai
metode pembayaran transaksi online.
Kenyataan ini memberikan signyal kepada kita semua, bahwa kedepan
kecenderungan pola pembelian masyarakat akan banyak beralih kepada pola
pembelian online. Selain itu internet akan menjadi referensi utama
pasar dalam memilih produk. Maka dari itu sudah selayaknya para
marketer menjadikan media internet sebagai startegy pemasaran produknya.
Selain itu bagi sebagian masyarakat yang awam dengan internet harus
mulai belajar dan mendalaminya, karena begitu besar pasar internet dan
begitu banyak uang di internet. Lihat saja kekakayaan pemilik google,
pemilik yahoo, pemilik facebook dll.
Netizen Bagi Kaum Muda
Para pemasar juga mesti mengetahui komposisi netizen yang
ternyata didominasi dua lapis utama pengguna, yaitu anak muda dan
perempuan. Penelitian Marketeers menunjukkan, sebagian besar netizen adalah
anak muda. Kelompok ini paling aktif mengakses situs jejaring sosial
seperti Facebook dan Twitter, sementara perempuan menjadi pengguna
Internet yang sangat konsumtif.
Mengenai hal ini, Hermawan Kartajaya(pakar pemasaran dan juga
Presiden MarkPlus & Co) mencoba mengkonfirmasikan kepada seorang
perempuan yang kebetulan berada di satu forum dengannya pekan lalu.
Perempuan itu adalah Olga Lydia yang juga artis.
Kepada Olga, Hermawan menanyakan kebiasaan perempuan ketika sedang
marah atau stres. ”Kalau aku biasanya makan coklat dan shopping
(belanja) habis-habisan di mal sampai kartu kredit mendekati limit,”
jawab pembawa acara televisi ini. Jawaban Olga ini berkorelasi dengan
asumsi perempuan itu konsumtif, dan tentu ini menjadi peluang para
pemasar di Internet.
Hermawan bahkan yakin perempuan adalah pasar Indonesia masa datang
dan perusahaan dituntut untuk mendekati mereka. Salah satu media
mendekatinya ya Internet, apalagi pertumbuhan pengguna Internet di
Indonesia begitu pesat. Bayangkan, setidaknya ada 12 operator penyedia
layanan jaringan ponsel dan mereka ini sebagian besar adalah juga
pengakses Internet, diantaranya lewat ponsel pintar.
Mengutip Marketeers, mereka menggunakan ponsel untuk mengupdate statusnya
di jejaring sosial. Mereka lebih banyak menggunakan Internet untuk
berjejaring sosial, ketimbang email. Ini fenomena menarik bagi pemasar,
apalagi Indonesia merupakan pengguna Facebook terbesar kedua di dunia. Tak tanggung-tanggung, 27 juta akun Facebook ada di Indonesia.
Indonesia’s Most Favorite Netizen Brand
Karakter netizen yang “liquid” dan horizontal menuntut pemasar
tidak cukup hanya menggunakan strategi pemasaran yang konvensional.
Dibutuhkan pula langkah New Wave untuk bisa “Connect!” dengan mereka.
Kalau selama ini pemasar lebih banyak membidik mereka dari kejauhan,
maka kinidi era New Wave, brand Anda harus hadir dan hidup sejajar
bersama mereka. Karakter brand di era New Wave harus bisa selalu
terkoneksi dengan komunitasnya dimanapun mereka berada.
Profil Netizen yang tidak monolitik memberikan peluang kepada pemasar
melakukan identifikasi kira-kira tipe Netizen mana yang paling cocok
dengan karakter brand atau perusahaan. Pemasar pun harus bisa
menentukan strategi pemasaran apa yang paling tepat untuk mendekati
mereka agar brand atau perusahaan bisa diterima secara horisontal.
Hadirnya social media, seperti Faceebook dan Twitter membuat dunia
semakin berisik akibat kicauan para Netizen, karena itu para pemasar
memerlukan indera keenam untuk bisa menangkap hasrat dan kegelisahan
mereka. Lalu apa yang harus dilakukan oleh pemasar? Gali dan pahami
mereka terus.
Sebagaimana yang sudah sering dibahas oleh Marketeers, Di dunia
marketing, membaca kegelisahan, hasrat dan impian konsumen kita adalah
sangat penting. Kenapa? Karena anxieties dan desires dari konsumen
adalah sumber pengetahuan nomor satu untuk inovasi! Kegelisahan, hasrat,
dan impian tersebut susah keluar dari mulut konsumen langsung.
Anda hanya dapat membacanya dari gerak-gerik dan perilaku mereka.
Untungnya kita telah tiba di zaman New Wave. Dengan teknologi
Internet Web 2.0 yang didukung oleh kekuatan social media, insight dari
konsumen semakin mudah ditangkap! Dan canggihnya, di dunia online,
insight tersebut keluar langsung dari kicauannya konsumen yang beredar
di blog, di Twitter, di status Facebook mereka. Kesemuanya dapat dilacak
oleh Anda, dan juga tentunya kompetitor Anda.
Dunia Internet adalah ibarat sumur yang penuh dengan anxieties dan
desires para Netizen. Pemasar dapat menggali dan menimba insight yang
kaya, lewat jalan yang low budget tapi high impact. Di dalam riset
Netizen di Indonesia ini, selain menggali attitude & behavior dan
profiling dari para Netizen, kami juga mencari beberapa brand yang
selama ini merupakan brand pilihan para Netizen. Dengan jumlah total 45
brand di 45 kategori, para brand yang menjadi pilihan nomor satu oleh
para Netizen ini adalah brand yang mengerti.
Berdasarkan hasil Survei Netizen tahun ini, MarkPlus Insight berhasil
menemukan 32 brand pilihan Netizen Indonesia. Riset kuantitatif
dilakukan terhadap 2161 pengguna Internet berusia 15 – 64 tahun yang
berasal dari kelas sosial A, B, dan C (memiliki pengeluaran rutin
keluarga sedikitnya Rp 1 juta) dan tersebar di sebelas kota di Indonesia
(Jakarta, Bodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Palembang,
Pekanbaru, Denpasar, Banjarmasin, dan Makassar). Pengumpulan data
dilakukan dengan metode face to face interview dengan metode pengambilan
sampel multi-stage random sampling.
Adapun kategori brand meliputi:
Operator Seluler, Laptop, Tablet PC, Monitor Komputer, Kamera, Game
Console, TV, Home Theatre, Kulkas, Penyejuk Ruangan, Mesin Cuci, Mobil,
Motor,Audio Mobil, Kartu Kredit, Stasiun Televisi, Majalah, Tabloid,
Koran (Wilayah Jakarta)
,Radio (Wilayah Jakarta),Portal Berita, Kopi Instan, Minuman Ringan,
Multivitamin, Asuransi Jiwa/Kesehatan, Taksi (wilayah Jakarta),
Handphone, Asuransi Kendaraan, Logistik, Maskapai Penerbangan
Untuk menjadi Netizen yang mandiri dan positifi, kita perlu menguasai
teknologi, bukan dikuasai teknologi. Untuk bersaing dan menjadi bagian
dari masyarakat dunia (world society) kita perlu berkomunikasi.
Globalisasi tak dapat dilawan, yang ada adalah mempersiapkan diri.
Masuknya ekspatriat sebagai sumberdaya manusia dan produk-produk asing
ke dalam negeri adalah bagian dari globalisasi. Mau tidak mau, baik
sumberdaya manusia Indonesia maupun produk Indonesia harus mampu
bersaing secara global, dan meminjam istilah Friedman, secara datar
(flat). Penguasaan teknologi adalah jalan utamanya.
Teknologi Informasi dan Komunikasi menjadi sangat penting dalam
merajut keunggulan global dari negara-bangsa. Tak hanya berpatokan PDB.
Tapi juga kita mencoba menyelamatkan generasi yang akan datang dari
konsumerisme sejati dan selalu menjadi tempat melempar produk, sebagai
pasar dan dilihat bagai potongan kue Tart yang besar dan dibagi-bagi
oleh negara maju. Kita akan lihat, dengan penerapan visi teknologi dan
merangkul netizen, merupakan fondasi yang jelas bagi bangsa ini untuk
bangkit dan maju.
Di luar negeri, media sebagai pilar kelima sudah
berubah menjadi media (sosial). Revolusi twitter di Moldova salah
satunya. atau kemenangan Obama yang memanfaatkan Facebook dan Twitter.
Juga Kasus Iran, Libya dan Timur Tengah yang juga secara independen,
masyarakat membuat gerakan sosial via jejaring sosial guna memantapkan
langkah menuju perubahan.
Kemandirian bangsa adalah masa depan dan tak ada masa depan bagi
negeri ini. Tanpa kemandirian di bidang teknologi informasi dan
komunikasi, Indonesia akan selalu menjadi konsumen dan tak pernah
memperoleh kembali kewibawaan di kancah internasional apabila tak ada
faktor penyeimbang sekaligus pembeda antara Indonesia dengan negara lain
yang –maaf sebenarnya kecil jika dibandingkan Indonesia.
Kepemimpinan
yang efektif, konsistensi kepada kemandirian dan entah apa namanya Visi
2020 ataupun 2045 (100 tahun Indonesia merdeka) silakan, asal pemimpin
tak mau ditekan oleh pemimpin bangsa lain dan mengubah “jalan hidup”
bangsa ini yang sudah dalam goresan darah harus ditentukan sendiri,
adalah syarat mutlak.
Jika demikian, seharusnya, dalam 20 tahun kedepan, sekali lagi jika
arahnya benar, negara lain bagi Indonesia adalah benar-benar kecil baik
dari sisi demografis maupun sisi politis. Bukan ancaman apa-apa bagi
bangsa besar ini. Nantikan episode Sriwijaya dan Majapahit dalam belasan
tahun kedepan. Waktu yang tak begitu lama, kawan!
Dunia
online dan internet kini mungkin telah makin merasuk dalam keseharian
raga kita. Sejumlah survey menyebut, jam rata-rata yang dihabiskan untuk
mengulik jagat online kian meningkat (dibanding waktu untuk melihat
televisi atau membaca buku dan koran kertas).
Digitalnomics dan cyberlife mungkin memang telah menjadi “our second
life”. Meledaknya smartphone dengan screen lebar membuat interaksi
digital kita makin intens dan intim.
Lalu, seberapa masif ledakan kehidupan digital itu? Berikut fakta –
fakta mencengangkan tentang ledakan internet; yang ditampilkan dalam
infografis yang tak kalah indahnya.
- See more at:
http://strategimanajemen.net/2014/03/03/fakta-fakta-mencengangkan-tentang-internet-dan-masa-depan-digital/#sthash.WLVxLMzJ.dpuf
Jagat
maya tampaknya kini makin rancak ditumbuhi beragam social network
website semacam You Tube, Flickr, Facebook dan Twitter. Pada sisi lain,
setiap orang kini juga amat mudah untuk mengekspresikan gagasannya
melalui media blog. Dalam sejumlah hal, munculnya beragam outlet media
personal itu lantas memunculkan apa yang layak disebut sebagai “digital
narcissism” (atau kita sebut saja sebagai e-narcism). Inilah sebuah
gejala sosial dimana seseorang menampilkan dirinya dalam ranah maya
dengan penuh kekenesan – sebagai sebuah refleksi dari rasa kagum yang
berlebihan pada dirinya sendiri (narsistik).
Tentu saja digital narcissism itu tak sepenuhnya keliru. Apalagi
kalau ia dibungkus dengan niat sadar dan sistematis untuk membangun
personal branding. Atau sebuah ikhtiar untuk meracik sebuah identitas
personal yang kredibel, kompeten, dan marketable. Lalu, kiat apa yang
layak dilakukan untuk mengejawantahkan digital narcism itu menjadi
sebuah personal brand yang kinclong nan mencorong?
Kita barangkali bisa menemukan jawabannya dari sebuah buku memikat yang baru saja dirilis oleh rekan blogger bernama Pitra Satvika. Bukunya berjudul E-Narcism : Gaul dan Eksis di Internet.
Isi buku ini sungguh sangat menarik dan menyajikan serangkaian panduan
agar kita bisa menapaki jagat maya mutakhir secara optimal. Disini,
misalnya diuraikan mengenai cara bersosialisasi dalam dunia digital, dan
juga tentang kiat menampilkan eksistensi diri dalam jagat maya. Buku
yang menarik ini sudah bisa dibeli di Gramedia dan toko buku lainnya.
Saya sendiri tertarik dengan bab yang khusus membahas mengenai peran
blog dalam membangun personal branding. Disini ada sejumlah catatan yang
layak dipetik dari buku yang diberi cover keren ini.
Yang pertama, blog merupakan salah satu media yang bagus untuk
membangun personal branding. Saya sendiri percaya bahwa sejauh dikelola
dengan konsistensi yang tinggi, blog tetap akan eksis dan kiranya bisa
menjadi tool marketing yang efektif. Saya sendiri sejauh ini sudah
membuktikannya. Banyak klien yang saya peroleh setelah interaksi yang
berawal dari blog ini. Saya sendiri berharap brand Blog Strategi + Manajemen bisa terus berkibar, dan bisa menjadi rujukan penting bagi komunitas praktisi manajemen di tanah air.
Yang kedua, untuk bisa menjadi alat branding yang efektif, maka isi
blog sebaiknya fokus dan konten sebaiknya disesuaikan dengan ranah
keahlian penulisnya. Dan persis saran seperti inilah yang dulu melatari
kehadiran blog Strategi + Manajemen. Sejak awal saya punya visi bahwa
blog ini akan berisikan materi yang dekat dengan area kompetensi saya,
yakni dalam bidang human capital dan business strategy (dan pemilihan
nama domain blog inipun juga ditopang oleh visi yang jelas ini).
Konten yang positif dan bermanfaat bagi para pembaca tentu akan
membuat sebuah blog kian eksis, dan bisa memiliki loyal readers
(mudah-mudahan Anda termasuk loyal readers dari blog ini). Dalam buku
itu, Pitra juga menyebutkan sejumlah kasus blog di tanah air yang layak
dijadikan role model. Dan saya senang, blog Strategi + Manajemen
merupakan salah satu yang ia sebut sebagai sebuah contoh blog yang
bagus.
Catatan lain yang juga disebut buku itu sebagai elemen penting dalam membangun blog as a personal branding adalah
ini : update-lah blog secara reguler, dan tuliskan gagasan Anda dengan
penuh passion. Ya passion. Atau menulislah di blog Anda dengan penuh
kegairahan.
Pada akhirnya, membangun blog yang kredibel memang bukan sebuah
sprint, melainkan sebuah marathon. Disana dibutuhkan sejenis endurance,
keteguhan hati, dan rasa passion yang menyala. Tanpa ini semua, kita
pasti akan termehek-mehek ditengah jalan, dan lalu blog kita tergelatak
mati. Terkapar dan semaput.
Buku E-Narcism ini saya kira merupakan sebuah buku penting dalam
konteks perkembangan jagat online mutakhir. Ditulis dengan gaya bahasa
pop yang mengalir, buku ini mengajarkan kita untuk cerdas dan sekaligus
cerdik dalam merespon dinamika online kontemporer. Jika Anda ingin
menjadi warga online yang beradab, buku ini sangat layak untuk Anda
koleksi.
Note: Jika Anda ingin mendapatkan kaos Facebook, kaos Manchester United dan kaos keren lainnya, silakan KLIK DISINI.
- See more at: http://strategimanajemen.net/2009/06/22/digital-narcissism-dan-personal-branding/#sthash.gXnXQf0x.dpuf