Undangan melalui event di sosial media kuterima sore itu. Menyebutkan dengan jelas tanggal, tempat hingga dress code akan diadakan.
Menunjukkan sederet foto 'edgy' karena sebagian besar terlihat wagu. Polos. Tak gentar hadapi rintangan di hadapan. Tak ada yang terlihat berwajah sedih karena berpisah dari pasangan, tak ada yang terlihat menangis karena gagal dalam ujian, bahkan tak ada wajah penuh kerutan karena kondisi badan.
Dengan ragu,
ku-klik kata 'Join', dan menanti komen dari sederet nama teman yang beberapa masih kuingat. Namun nama yang kuharapkan, tak kunjung mengetikkan pesan dan kesan.
Datangkah ia nanti? Seperti apa rupanya? Masihkah setegap itu bahu bidangnya? Dan.. masihkah tulus terukir senyum di bibirnya? Sejuta tanya dan prasangka hinggap liar dan menggila.
Tak kupeduli dengan usia. Dan kuhiraukan etika dengan stalking profilnya di beberapa sosial media. Aah.. ia terkenal sudah. Sederet penghargaan akademik telah diterimanya. Tapi tak kulihat satu pun foto keluarga.
Aku hanya ingin bertemu dengannya, lalu bertanya "Mengapa?"
Sejenak, notifikasi menyala. Namanya! Dengan jemari bergetar, kubuka thread komentar. Lalu pelahan kubaca.
"Hai, sobat semua.. thanks undangan reuninya, yaa.. tapi maafkan karena posisiku di luar kota, kali ini kuwakilkan kepada isteriku tercinta, Irina. Salam, Rayhan."
Gejolak kangen yang tadi membuncah, sekarang padam. Aku mengeklik pesan "Decline", ketika sebuah pesan terbaca kembali,
"Fandy? Kok gak jadi ikutan reuni?"
Nyusssss....Fandy yang terkenal dengan tendangan kulit pisang itupun lunglai
BalasHapusApik,tenan
Salam sayang selalu dari Surabaya
Senang sekali pakde diberi apresiasi seperti ini ^^ suwun pakdeee
HapusNyeeess
BalasHapusberharap memang suka menyakitkan ya mbak :D
keren cerpennya.
Jeng Melly, makasih :D cinta sesama jenis memang menyakitkan!
BalasHapus