waktu bersama denganmu,
...................
begitu membekas di hidupku
aku mohon dengan sangat
kepadamu, kembalilah.....
d'masiv
Senja.
Lembayung berwarna jingga menggelayut di sebidang tanah berukuran satu hektar.
Sepi, namun di langit terlihat formasi sekawanan burung melintas, seolah
tergesa pulang.
Di
depanku, sepasang tangan yang sudah terlihat dimakan usia, mencabuti helai demi
helai rumput yang menguning. Sesekali membenarkan letak gundukan yang terbenam
agak dalam. Cuaca yang tak kenal hujan beberapa bulan ini, membuat rumput
meranggas dan tanah liat mengeras.
Tangan
itu milik Ibuku.
Ia
seolah membelai gundukan tanah yang akrab dengan kami selama
tujuh belas tahun ini. Ketika berdoa, kulihat ujung mata beliau membasah.
Sudah selama itukah? Waktu seolah terbang, meninggalkan manusia yang berkutat
dengan segudang persoalan.
Ketika Bapak pergi meninggalkan kami, kuingat jelas aku
baru saja pulang kerja shift malam. Adik
bungsuku, Titto masih di kampus. Ia sedang menyelesaikan kuliah tambahan
akuntansi. Hanya ada adikku nomor dua, Tommy beserta keluarganya dan Ibu.
Bapak
pergi mendadak di tahun 1997 dalam keadaan sehat dan segar bugar. Beliau baru
saja pulang dari camp pembibitan di Aceh, sementara Ibu sedang bersiap berangkat ke London karena ada tugas belajar dari kantor. Bapak memaksa kami
semua berangkat ke Cirebon. Ia hendak mengunjungi makam orangtuanya. Tiada firasat berarti, namun ternyata malam itu adalah malam
terahir kami bersamanya.
Bagaimana
dengan Ibuku?
Tuhan
rupanya telah mempersiapkan semua untuk Ibu. Sebagai seorang istri pejabat, Ibu
tak pernah bekerja seumur hidup. Namun kuingat jelas Ibu selalu rajin mengambil
aneka kursus keterampilan dan manajemen. Setahun belakangan Ibu mendesak Bapak, ingin bekerja. Ketika akhirnya ia
bekerja di sebuah perusahaan multinasional, Ibu meraih berbagai prestasi. Beliau sering sekali bepergian ke luar kota atau ke negeri jiran.
Malam
itu, Bapak terlihat sudah sesak napas. Seorang dokter jaga dari klinik 24 jam sudah memberikan pernapasan buatan, namun ia menyarankan agar Bapak segera dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Aku dan adik-adik menangis
namun dengan tenang Ibu meletakkan tangannya di kepala Bapak. Membisikkan
kalimat syahadat, istighfar dan tanpa henti mendaraskan ayat-ayat suci Al Quran.
Di
ambulans menuju rumah sakit, tangan Ibu menggenggam erat tangan Bapak. Hingga Bapak
mengembuskan napas terakhir, Ibu tak henti mencium kening Bapak dengan sayang. Ia
membisikkan kata-kata cinta. Ia bahkan berjanji untuk menemani Bapak kelak,
jika Bapak hendak pergi …
Malam
itu, Ibu banyak menitikkan air mata, namun masih bisa mengurus surat-surat,
menghubungi saudara-saudara terdekat, dan menyiapkan pemakaman. Ia menelepon
pimpinannya untuk membatalkan kepergian ke London.
Semalaman Ibu berada di samping jenazah, bertafakur dan sempat tertidur di samping tempat tidur. Beberapa saudara yang nyinyir, mempertanyakan ketegaran Ibu. Ibu diam saja. Aneh. Apakah Ibu harus menangis meraung-raung di sebelah jasad suaminya?
Semalaman Ibu berada di samping jenazah, bertafakur dan sempat tertidur di samping tempat tidur. Beberapa saudara yang nyinyir, mempertanyakan ketegaran Ibu. Ibu diam saja. Aneh. Apakah Ibu harus menangis meraung-raung di sebelah jasad suaminya?
Usai
pemakaman, Ibu, aku dan kedua adikku berkumpul dan berangkulan. Kami berjanji
untuk saling menyayangi, bahu membahu dan menyelesaikan semua urusan dengan
musyawarah.
Ibu
mengambil alih semua urusan dengan kepala tegak. Ia beralih fungsi menjadi
kepala keluarga dan mencari nafkah. Ibu mendampingi adikku wisuda, juga
pernikahanku. Dan ketika hidup mengempaskan perekonomian, tak sekalipun kudengar
Ibu mengeluh. Hanya sering kutemukan sajadah dan bantal yang basah di pagi hari. Entahlah..
Sore ini kembali kudampingi Ibuku berkunjung ke pusara Bapak. Ritual bulanan
yang tak pernah ia tinggalkan selama 17 tahun. Ibu selalu berdandan cantik
sebelum berangkat. Bahkan ketika ia sakit. Sore ini -3 November 2014- bertepatan dengan
ulangtahun pernikahan orangtuaku, kutuliskan semua dengan haru.
Betapa luas hatimu, Ibu. Aku sayang Ibu.
Artikel ini diikutsertakan pada
Kontes Unggulan: Hati Ibu Seluas Samudera
Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
BalasHapusSegera didaftar
Salam hangat dari Surabaya
alhamdulillaah.. terimakasih, pakde
HapusMasyaallah...jd sedih tp sangat bangga pada Ibunya mbak Tanti...
BalasHapusSungguh wanita yg tegar dan kuat
Kalau saja aku ingat masa-masa itu mbak... duh, rasanya berdosa kadang membiarkan Ibu menyelesaikan beragam masalah. Dan Ibu selalu hanya tersenyum lembut, mendoakan orang-orang yang mengatai dirinya.. terimakasih mbak :)
HapusMak Tantiiiii.....aku terharu membacanyaaa...Ibu memang tiada dua...she looks sooo lovely btw :)...aku jadi tambah kangen dengan mamaku huaaaa.....
BalasHapusThankyou dear Indah, titip sungkem dan salam hormat juga untuk Mama yaaa.... (she's different than me, yaa.. hahaa...)
Hapusaah..terharu membacanya, mbak... Semoga ibu selalu sehat yaa... ketangguhannya menginspirasi kita :)
BalasHapusamiin
HapusAmiiien yra, terimakasih mbak mechta dan APK Baru
HapusSemoga Allah selalu menjaga dan menolong ibu ya mak Tanti, aamiin.
BalasHapusalhamdulillah.... terima kasih doanya teh Winny :(
HapusHiks... tu kan bener harus bawa tissue...
BalasHapusHebatnya seorang perempuan ya mbak..sesedih apapun masih bisa berdiri tegar demi anak2nya. Subhanallah...
Titip salam utk ibu ya mbak :)
aku kadang ga ngerti Ibu bisa setegar itu.... beberapa masalah besar beliau hadapi dengan anggun.
Hapussepulangnya Bapak, bossnya minta Ibu untuk jadi istri yang ke tiga. dan Ibu menolak mentah mentah tawarannya. Alhasil Ibu dimutasi dikucilkan dan akhirnya Ibu memutuskan untuk keluar karena sudah sangat tidak sehat... duuuh jadi panjang ini jawabnyaaa hiks hiks... thanks dear Munaaa
hiks... jadi sedih :(
BalasHapuspeluk erat ibu kita yaa Santi dear... dan jadilah ibu yang juga dicintai anak anak.... aku jadi sedih juga ...
HapusTak terbayangkan jika di posisi ibu..saya tak kan bisa sekuat itu
BalasHapusyang paling mengerikan gossip nya mbak Kania. saya kalo dengar sendiri passssstiiiii sudah saya samperin.
Hapustapi ibu hanya menghela napas dan bilang, kita doakan saja untuk mereka yang baik baik. satu saat pasti mereka malu sendiri.
benar kok, sekarang mereka hoemat sama Ibu. makasih ya mbak
Masyaallah maaaak aku ikut terharu sekaligus takjub dengan ketegaran ibu, beliau memang wanita kuat, semoga Allah memberinya hidayah...amin
BalasHapushiks... mbak Yuni,
Hapussemua ibu dikaruniai bahu yang kuat ya, ia seperti menyediakan tempat untuk kita semua bersandar
Saling menguatkan ya, Mbak. Salut dg ketegaran Ibu.
BalasHapusTerimakasih Idah Ceris :) semakin sayang sama Ibu, yaa... salam hormat
HapusTulisan yg bikin mewek malam malam ini.jadi inget almarhumah ibuku.
BalasHapusastaghfirullaaah.... maaf ya... yuk kita bacakan al fatehah... semoga alm ibu tenang di sisiNya....
Hapushiks... *mrebes mili*
BalasHapusinget bunda sekarang ya.... ternyata dulu itu kita .....
Hapus*ambil tissu*... Semoga ibu selau tabah n sehat.....
BalasHapusamiiien yra makassiiih sayang
Hapussenantiasa berdandan saat akan ke pusara...istri yg terpuji, bhkn ketika sdh ditinggal pergi sang suami.
BalasHapusSebenernya sudah banyak yang Ibu tolak loh mbak, dan semakin kuat tekadnya untuk tidak bersama siapapun... hiks
HapusIstri yang baik, Ibu yang penuh perhitungan. Keren Mba (Y)
BalasHapushttp://nahlatulazhar-penuliscinta.blogspot.com/2014/11/mama-rahasia-di-bali-kediaman.html
alhamdulillaah dapat Ibu yang sekeren itu. Oke oke saya kunbal yaa
Hapusmaaakkk...aku sungguh terharu membaca tulisanmu ini, sungguh luar biasa ibumu. Insya Allah kita bisa menjadi ibu luar biasa seperti beliau juga ya. Semoga ibu sehat selalu ya mak :)
BalasHapusalhamdulillah ... ternyata kita semua memiliki ibu yang luaaaarrrr biasaaaa
HapusSemoga Tante sekeluarga selalu dilimpahi kasih sayang Allah yg banyak, amiin..
BalasHapussemoga selalu sehat untuk tante amelia
BalasHapusKisah yg tak terlupakan..
BalasHapustulisan dari sang ahli yg bisa membawa qta masuk dan hanyut bersama tulisannya