"Tanggung jawab orangtua terhadap anak tak boleh berhenti hingga anak berusia 18 tahun,"
"Mengapa kita makan nasi? Padahal jaman dulu, hanya kaum priyayi loh yang makan nasi!"
Suara Prof. Sri Rejeki yang ramah namun tegas, seolah menyadarkan kami semua yang hadir di Ruangan Parklane 8, Kuningan pagi ini. Itu sebagian poin penting yang sangat kuat menempel di benakku seketika. I
Duh, banyak amat ya, PR kita sebagai orangtua!
Begitulah pertanyaan dan pernyataan yang bikin otak -yang mulai agak lemot- ini menerima paparan sang Prof.
O ya, sudah kukatakan belum, sosok si Prof? Sekilat info, yak. Gesit, dengan postur tubuh yang ideal.
Eh, ini bukan sekedar pujian loh. Juga bukan sekedar kutulis dengan maksud aneh-aneh.
Sejak menerima undangan Kemenkes beberapa tahun lalu, aku memang sering memperhatikan postur tubuh para bapak dan ibu pejabat ini.
Tak ubahnya dengan bu Menteri Nila F. Moeloek, rata-rata pejabat teras Kementerian Kesehatan memang sosoknya begitu. Seperti mewakili satu badan pemerintah yang mengatasnamakan Kesehatan. Sehat jiwa dan raga!
Terus apa hubungannya ya, dengan topik #ImunisasiSehat untuk #SahabatIndonesiaSehat ?
Hubungannya dengan ini : REVOLUSI MENTAL.
Well, setelah beberapa kali diundang dan setiap saat Kemenkes mendengungkan pentingnya
oleh Kemenkes, plus aneka hidangan rebus dan umbi umbian yang selalu dihidangkan jika diundang ke acara, aku merasa harusnya memang semua kantor pejabat pemerintah merevolusi pola makan.
Men sana in corpore sano
Di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang juga tak kalah sehat, bukan?
Mungkin jika semua tubuh sehat, otak juga ikutan "sehat"... mungkin tak ada lagi penyimpangan prosedur dan jalur distribusi obat, seperti kasus pemalsuan vaksin yang marak belakangan ini! (Ini baru mungkin, ga usah protes)
Once again,
Kasus ini dianggap satu kasus yang cukup keji, karena imunisasi ini digunakan oleh bayi dan balita. Bahkan, ada beberapa vaksin mahal yang masih dilakukan untuk anak anak dengan usia di atas balita.
Presiden Jokowi saja, memberikan label "Kasus paling keji sepanjang sejarah". :( karena menyangkut kesehatan anak-anak. Emang sih, ke - 24 pelaku yang sekarang sedang disidang tersebut, mengatakan jika yang dimasukkan ke botol vaksin HANYA antibiotik gentamicin (untuk vaksin BCG) dan air atau larutan infus. Hanya, katamu?
Emang sih,
larutan tersebut aman, karena masih dalam arrange tubuh manusia. Tapi kan, pada saat pencampuran? Ini udah pernah kuulas di sini, nih dari BPPOM :
CARA MEMBEDAKAN VAKSIN ASLI DENGAN YANG PALSU DARI BPOM RI
Pentingkah Imunisasi dan Bagaimana Efek Sampingnya Jika Tidak Dilakukan?
Nah loh. Sebenarnya ini kasus aku dan anak anakku.. hiks.. sebagai orangtua yang sangat awam saat itu, (baca : kudet) anak anakku CUMA MENDAPAT VAKSIN STANDAR. Hellaaw...
Pernah kubaca, dr. Hardiono D. Pusponegoro SpA(K) -melalui salah satu majalah anak di Indonesia- mengatakan; bahwa imunisasi sangat baik untuk anak, karena akan merangsang tubuh anak untuk menghasilkan kekebalan alami terhadap penyakit. Dan jika dilakukan dengan baik dan benar, maka perlindungan dan kekebalan hampir 100% akan aman.
- 85 - 95% virus tak bisa memasuki tubuh
- mematikan transmisi dan
- tidak menularkan penyakit
Untung saja, karena dengan Kartu Ibu Anak yang dikeluarkan masing-masing bidan, (anak tiga lahirnya di tiga bidan yang berbeda) jadi komplit imunisasinya. Dan, alhamdulillah dengan adanya kartu tersebut, asupan gizi, berat badan dan sufor atau ASI yang kuberikan jadi bisa dikontrol selama 2 tahun.
Benarkah kita cukup mendapat imunisasi standar saja?
Standar di tahun berapa, nih?
Standar jaman aku lahir, yaitu waktu Presiden Soeharto baru masuk ke Pelita 2, mah cuman Polio, BCG, DPT dan Campak.
Tapi standar jaman sekarang, tahun 2016, ada beberapa tambahan.
- BCG
- t OPV
- b OPV
- IPV
- Campak
- DT
- Td
- DPT - HB - HiB (pentavalen)
Oya, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengeluarkan satu petunjuk jadwal imunisasi. Jadwal tersebut merupakan kajian Satgas Imunisasi IDAI yang disesuaikan dengan kebutuhan anak Indonesia.
Masalahnya,
Bicara tentang obat tuh, ada beberapa isu yang sering dipercaya oleh orangtua terhadap imunisasi atau vaksin, sehingga orangtua jadi cenderung untuk TIDAK melakukannya sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Peran Penting Orang tua
Peran penting orangtua, ternyata tidak terbatas hanya untuk memahami lebih jauh mengenai vaksin dan efek sampingnya sebelum mengambil keputusan untuk tidak memberikan vaksin yang diperlukan anak berdasarkan isu-isu dan ketakutan-ketakutan yang tidak beralasan yang nantinya akan membahayakan nyawa anak.
Menurut dr. Jane Soekardi, sekarang masih harus ditambah lagi dengan awareness terhadap kemasan dan "good feeling" terhadap pemberian obat dan kimia termasuk vaksin.
Kenapa? Karena imunisasi atau vaksin, yang merupakan highly regulated ini, adalah investasi masa depan bagi anak! Dengan vaksin, anak akan terhindar dari penyakit serta infeksi berbahaya. Dan tentu saja, menekan angka kematian bagi bayi.
Jadi, kekuatiran yang dirasakan orangtua, bisa diminimalisir. Makin canggihnya dunia infomasi teknologi seharusnya membuat orangtua sering menanyakan seputar efek samping dari pemberian vaksinasi.
Selain itu, sekarang ada hotline dan website Kementerian Kesehatan. Jadi, memudahkan untuk kita bertanya yaaa...
Ini petunjuk dari Kementerian Kesehatan untuk vaksin yang benar.
- Penyimpanan vaksin harus dalam kondisi baik (biasanya diletakkan dalam suhu rendah agar komposisi vaksin tetap baik)biasanya kalo anak mau diimunisasi, kan obatnya ada di dalam thermos atau cooler.
- Kita harus pastikan jarum yang digunakan steril dan baru. Tanyakan lebih mendetail kepada dokter atau bidan yang bertugas, mengenai vaksin yang akan diberikan juga tindakan pertama yang harus dilakukan jika efek samping itu ada.
- Ada beberapa pertanyaan dan curhat yang menyedihkan dari salah satu blogger, Ririn Syafriani. Putranya yang menderita penyakit jantung bawaan, termasuk yang mendapat vaksin palsu tersebut dari dokter anak
- Pertanyaan dari Dennise Sihombing menyangkut imunisasi dan demam yang diderita oleh putranya.
Ternyata, menurut bu Prof, sih demam adalah hal biasa, karena tubuh sedang mendapat vaksin - Pertanyaan dari mas Agung Han adalah tentang pelarangan vaksin impor. Karena ada kasus putra sahabatnya yang setelah besar menderita autisme.
Tapi sayang, pelarangan vaksin dan obat atau vitamin impor jelas tak mungkin. Karena menyangkut dengan MEA dan perdagangan bebas dunia.
Nah, di akhir acara,
Mas Anjari memberikan kesimpulan dan pantun yang seperti Mata Najwa. Namanya "Mata Anjari".
Semoga kasus palsu-palsu tidak terulang ya mba... dan pihak rumah sakit sebagai pihak pertama yang menseleksi obat dapat menerapkan standar yang tinggi dan tidak hanya berfikir selisih sekian rupiah. Karena pada dasarnya semahal apapapun untuk kesehatan pasti akan ditebus...
BalasHapus