Sepenggal kata itu akhirnya kau tanyakan padaku. Aku terdiam.
Diantara perbincangan kita yang riuh rendah di beranda rumahmu, di Pesona Kahyangan Depok. Perbincangan ngalor ngidul yang kerap kita lakukan ketika waktu sejenak jeda.
"Nyaris hanya wisata," bisikku lirih.
Matanya membulat.
"ASEAN tak hanya melulu tentang wisata, Neng. Ada ribuan sejarah di dalamnya bercerita!" Nada suaranya meninggi. Ia membetulkan bandana -kali ini berwarna maroon, seperti warna training pants yang dikenakannya- di kepala. Khas sekali. Aku menyeruput kopi, dalam hati membenarkan.
Retno Marsudi - courtesy Liputan 6 |
Ia melirikku. "Masih banyak yang harus kau pelajari dari ASEAN, Neng. Ada banyak tantangan situasi kawasan dan dunia yang dinamis. Dan .. kau malah memukul rata semua hanya dengan satu kata, wisata! Ck ck ck!"
Dengan sedikit bersalah aku nyengir, "ASEAN butuh sebuah komitmen, ya bun?"
"Tidak hanya itu, kukira. Kontribusi juga perlu. Coba bayangkan. Kamu di rumah buang sampah, komit sih, buang sampah. Tapi ngga mau berkontribusi bayar uang pungutan sampah. Kira-kira sampah di depan rumahmu nanti, sebesar gunung apa?"
Aku tertawa malu. Iya juga ya.. aku lupa membayar uang pungutan sampah RT bulan ini! Oh mein Gott!
Perempuan asli Semarang ini hendak menyambung bicara, ketika seorang asisten tergopoh masuk, membawa mangkuk putih besar, lengkap dengan mangkuk porcelain putih berukir keemasan. Tanganku mendadak gatal ingin menggambarinya!
"Monggo, ibu," sang asisten mempersilakan, disusul seorang asisten lain masuk membawa air mineral di gelas-gelas kristal.
Aku melirik mangkuk tersebut, "Ah paling-paling laksa", batinku, tahu benar itu kesukaanmu.
Eh, tapi bukan! Ternyata semangkuk besar asinan buah dingin. Hmm.. sluurp. Eh, tunggu dulu, mana dia setoples besar kerupuk yang tak pernah ketinggalan kau kunyah itu?
Menjawab tanyaku, bibik asisten rumah tangga itu masuk ke ruangan, membawa satu, tidak.. dua toples besar berisi kerupuk! Kerupuk mie kuning khas Bogor dan kerupuk mie kampung! Yes!
"Once again, Neng, stabilitas adalah sesuatu yang tidak tercipta begitu saja. Harus dibentuk dan dipelihara dari waktu ke waktu," tingkahnya di sela seruputan kuah asinan pedas dan gemeretak kerupuk tergigit. Kriuk kriuk..
Aku tertawa, "Siap, bu ment!" Aku salut mendadak, sehingga mangkuk yang kupegang tergelincir miring. Ups!
"Menurut dikau, bun," Aku mulai bertanya dengan gaya reportase sok akrab, mengundang decak kesal ajudan di belakang kursimu. "Eh, maaf maksudku Ibu! Penting.. huh.. gak sih, hah.. kita tetap bersatu di masa .. huh.. hah.. depan?" aku kepedasan.
Cepat kutenggak air mineral di gelas kristal, sampai nyaris tak bersisa.
Ajaib! Gelas itu terisi kembali!
(O, bukan.. ada asisten yang standby mengisinya...)
courtesy of realita.co |
-mungkin ia menambahkan kata "tolol" dalam hatinya-
"Penting buat negara-negara ASEAN wujudkan kebersamaan dan tingkatkan kesatuan atau unity dan sentralitas ASEAN di masa depan,"
Aku terbengong. "Gini deh, paradigmanya. Kamu punya rumah besar, nih, trus aman, kompleknya teratur, mau jogging ke mana-mana nyaman... dagang apa aja ada, mau beli apa-apa terjangkau. Nah, begitulah gambaran ASEAN yang nyaman," beliau mendelik manis.
"Hooo.. gitu ya bu! Oke oke!" sahutku bersemangat. Semangat menambah asinan hingga nyaris tumpah. Sang ajudan kembali mendelik. Dasar orang udik, begitu kali pikirnya. Aku tak peduli, habis enak banget sih..
"Kita bisa maju sebagai satu komunitas besar. Ingat ya Neng, satu komunitas! Bukan lagi negara singa, negara pepaya Bangkok atau negara asinan buah Bogor," sindirnya. Ia bukan tak melihat piringku yang nyaris tumpah itu, tentu saja.
"Menggunakan tiga pilar ya, bun," dengan nada sok tahu, kusambung pembicaraannya.
"Nah, pintar! Yup, tiga pilar!" Bu Menteri jebolan UGM Yogya dan Hukum Uni Eropa, Haagse Hogeschool, Belanda ini, mengangguk senang.
Mantan Sekretaris Satu Bidang Ekonomi di Kedutaan besar Ri di Den Haag ini memang sangat smart. Selain humble, walaupun disaat bersamaan bisa sangat tegas! Bisa tercium dari jarak puluhan kilometer ketegasan beliau ini.
Aku melanjutkan, "Ya, aku tahu bun, tiga pilar ASEAN, kan? Komunitas berbasis keamanan, ekonomi dan sosial budaya ASEAN!"
"Yap, semua kalo dibuat komunitas itu, terasa menyatu sama rakyat. Di masa depan, penting itu..." ia sejenak menerawang, bibirnya tersenyum. Mungkin membayangkan euphoria sesudah Pameran Foto HUT ASEAN 2016 yang baru saja usai kemarin ia buka.
Kau diundang, tidak?
Tidak?
Aaah, datang saja, kawan.. itu terbuka untuk umum kok!
Beberapa negara tampak ramah, menyediakan aneka panganan khas negara mereka. Menjawab pertanyaan media dengan santai. Aku ada loh. Ikutan foto dan bernyanyi Dahil Sayo-nya negara Filipina!
Kau pun menyelesaikan suapan terakhir asinan buah, menggigit sepotong kerupuk. Menyesap air mineral dingin, dan menyeka sudut bibir dengan anggun.
"Sudah dulu ah, makasih ya Neng, kedatangannya kali ini. Aku mau jogging dulu, sudah sore ini," ia berdiri. Aku ikut berdiri.
"Iya bun, makasih juga yaaa.. untuk asinan dan kerupuk, plus kopi Sidikalangnya,"
Kau berderap pergi diikuti ajudan yang tergopoh. Sampai di pintu, kau masih sempatkan menoleh. "Eh, Neng, jangan lupa sampaikan ke teman-teman untuk pameran fotonya loh!" lalu menghilang di balik pintu.
"Siip bun!" Kuacungkan jempol kanan, repot karena ingin menambah asinan buah lagi!
Mak Neng emang asyik kalo nulis dengan gaya ngobrol gini... berasa ikut ada di lokasi *nyuap asinan* :D
BalasHapushalaah .. asinannya yang jadi fokus yak!
HapusBaru sekali berkunjung nih Mak, salam kenal yak, :)
BalasHapushai haaai.. salam kenal jugaaa
HapusHaha, keren ini.anyway berasa beneran=)
BalasHapusIya in my dream, berasa beneran
HapusIni berasa talkshow Mak Tanti sama si ibu Menlu. Hihi
BalasHapusehehehe apa kita wawancanda aja sekalian ya si ibu, kali aja berkenan
HapusIni berasa talkshow Mak Tanti sama si ibu Menlu. Hihi
BalasHapussiang0-saing gini ada asinan bikin ngiler mbak :) si ibu udah deket bgt sama mba tanti nih
BalasHapusMustinya tambahin gambar asinan kali yah
Hapusdialog imajinernya keren, mba
BalasHapusJiaaahhh mak tantiii, bikin percakapa imaginer
BalasHapusdari apa yg disimak perbincangannya cukup hangat dan tidak terkesan kaku
BalasHapusbagus banget
Enak banget ya, Neng. Ngupi cantik bareng Bument.
BalasHapus