Picture by Aan Nataigama |
Matahari masih lelap, ketika aku tiba di pelataran Lawson BSD.
Aku bertukar pesan singkat, dan seketika ketiga temanku Astri, mbak Laras (aka Ajeng), dan mas Aan merespon cepat.
Pagi ini kami sepakat akan berangkat ke Bandung. Kendaraan yang disediakan mbak Ajeng sudah menanti. Agenda utama, bertemu Prof. Bambang Hidayat, astronom terkenal yang sempat menjabat sebagai Kepala Observatorium Bosscha ITB.
Perjalanan lancar, walau sempat terhenti di ketinggian sekian puluh meter dari tanah, akibat under construction di sekitar Bekasi. Kami tiba di Bandung tepat pukul 10.15 dan diterima di rumah beliau yang asri, di Dago Atas.
Walau sudah diganjal biskuit dan air mineral, udara Bandung yang gerimis dan sejuk, membuat perutku memberontak minta diisi.
Maka, ketika hidangan pembuka hadir, semangkuk kecil setup jambu dingin dan manis, dengan bau kayu manis menyeruak, sudut bibirku langsung mengembang!
Olahan jambu biji yang kaya vitamin C ini ternyata jadi minuman favorit Sri Sultan Hamengku Buwono IX, lho. Kandungan lycopene di dalam jambu biji bermanfaat sebagai zat anti-inflamasi sehingga mencegah pertumbuhan tumor. Lycopene juga sangat baik untuk kesehatan sistem pencernaan.
Prof. Bambang memang terkenal ahli dalam menjamu tamu. Usai setup jambu dihidangkan, sepiring kecil alpukat dengan topping tahu kukus dan udang, menyusul!
Aku tak menyangka,
sebuah alpukat dapat terhidang dengan cantik seperti ini. Rasa daging alpukat yang matang, terasa legit dan gurih sekaligus manis, berpadu dengan tahu cincang yang ditumis dengan udang, menimbulkan sensasi sempurna.
Kenalan sama Prof. Bambang Hidayat dulu, yuk...
Perjalanan hidup memang tak dapat diduga.
Berkenalan dengan Prof. Bambang Hidayat yang adalah seorang promotor astronomi di Indonesia, guru besar penuh di ITB dalam bidang astronomi, peraih Habibie Awards 2003, sekaligus direktur Observatorium Bosscha di Lembang (1968 - 1999) dan Wakil Presiden IAU (1994 - 2000), sungguh suatu kehormatan bagi kami.
Ini kali kedua aku mendapat kehormatan menjadi tamu Prof. Bambang, waktu itu malah ditemani putra beliau, seorang teknokrat di BPPT, yang dengan (sok) akrab kupanggil Mas Ari atau Mas Arief.
Semua tak lepas dari kolaborasi bersama mbak Laras, seorang penulis buku anak yang cantik dan cerdas. Beliau memiliki impian menjadi salah satu penulis yang dapat memperkaya khazanah bacaan anak Indonesia yang berbeda.
Baca tulisan mbak De laras di sini yaa
HUJAN DI G 17
Ini pernah kutulis di artikel Proses kreatif Aku dan Alam Semesta.
Berkeliling Kebun Dengan Tanaman Langka
Rumah Prof. Bambang yang seantik si empunya rumah, memiliki kebun luas dengan tanaman langka. Taman itu padat dan sarat pengetahuan juga. Semua tanaman yang hadir, subur dan memberikan kesejukan tersendiri.
Di taman ini juga,
untuk pertama kalinya aku melihat buah delima dan pohon kayu manis, serta tanaman raksasa bottle brush yang membuat nuansa rumah serasa di Jepang!
Mas fotografer, mas Aan juga menulis tentang suasana asri rumah ini dari kacamatanya beliau, coba baca deh...Privat Lunch di Bandung - Not only lunch but big lunch
Sebagai tamu-tamu yang tingkat malunya di bawah standar,
kami menjarah buah delima yang berukuran kepalan tangan orang dewasa tersebut. Sekitar 15 buah delima kami petik, satu buah dibuka untuk kami nikmati bersama... ah senangnyaaaa...
Waktu seolah berjalan cepat...
tahu-tahu bu Neng sang chef sekaligus kepala asisten rumah tangga memberi tanda untuk makan!
Menikmati Rijstaffel Yang Mewah
Prof Bambang memang berbeda dari orang lainnya. Sebagai mantan pejabat penting, ia menyamakan kedudukan semua orang. Tak terkecuali, driver yang membawa kami ke Bandung. Ia mengajak pak supir untuk turut duduk semeja. Tentu saja ditolak. Namun senampan hidangan serupa dihantarkan juga ke tempatnya duduk.
Kami bersiap makan dengan pembuka berupa Bruine bonen Soup. Sup kacang merah yang sungguh mewah. Sup perpaduan Belanda dan Manado ini, memang tak layak ditolak!
Potongan jamur, daging empuk, wortel dan telur puyuh seolah berdesakan. Jika tidak ingat ini baru makanan pembuka, kurasa aku akan menambah satu mangkuk lagi!
Hidangan ini disusul dengan hidangan inti berupa nasi putih, ayam rica-rica, sayur asem ikan gabus, dan ditutup dengan hidangan ringan tapi tak kalah lezat.
Ini masih ditambah dengan kroket dan pisang goreng! Wah.. kubahagiaaa!
Kroket yang penganan asli Perancis dengan nama croquette ini, lumer di mulut dengan rasa gurih kentang yang ditumbuk halus.
Oya, memang kroket bisa berbeda rasanya jika di negara berbeda.
Misalnya, di negara asalnya, Perancis,
kroket terbuat dari tepung terigu dan ragout keju, sementara Belanda mengadaptasi rasa agar lebih sehat dengan campuran kentang tumbuk. No doubt, kroket yang kumakan ini adalah adaptasi dari rasa Belanda Indonesia, karena terbuat dari kentang dan ragout.
Profesor kelahiran Kudus, 18 September 1934 ini tertawa saja ketika aku dan Astri berebut potongan lumpia terakhir!
Menikmati Rijsttafel di jaman yang semua serba instan, memang menjadi satu kemewahan.
Walau tak selengkap sebuah rijstaffel, tapi kami disuguhi sebuah konsep penyajian masakan nusantara yang dibawakan secara mewah dan berkelas, menjadi contoh sebuah akulturasi dari budaya makan yang menarik untuk dinikmati.
Makanan disajikan satu per satu mulai dari makanan pembuka, makanan utama, dan diakhiri dengan hidangan penutup.
Menurut Karin Engelbrecht, ahli kuliner Belanda, rijsttafel sebenarnya terdiri dari puluhan hidangan dengan berbagai tekstur dan rasa dalam porsi kecil yang disajikan bersama nasi. Untuk acara besar biasanya terdiri dari tumpeng nasi dan 10 sampai 40 hidangan dari berbagai daerah di Indonesia, Belanda, serta hidangan peranakan Tionghoa.
Penyajian makanan bergaya rijsttafel sudah hampir dilupakan karena dianggap sebagai pemborosan. Apalagi di Indonesia, kebiasaan makan cukup hanya dengan nasi sebagai sumber karbohidrat, lauk berbasis protein hewani atau nabati, dan sayuran.
Sebelum pulang,
hujan deras mengguyur sudut kota Paris Van Java, membuat kami enggan pulang. Perut kenyang, hati bahagia, dan persahabatan yang langka....
Semoga bisa berjumpa kembali di lain kesempatan ya Prof, terimakasih banyak atas suguhannya yang hangat hingga ke hati.
thankyou photographer for all the beautiful pictures here, mas Aan Nataigama (Aan Meilana Kusuma)
Walau tak selengkap sebuah rijstaffel, tapi kami disuguhi sebuah konsep penyajian masakan nusantara yang dibawakan secara mewah dan berkelas, menjadi contoh sebuah akulturasi dari budaya makan yang menarik untuk dinikmati.
Makanan disajikan satu per satu mulai dari makanan pembuka, makanan utama, dan diakhiri dengan hidangan penutup.
Menurut Karin Engelbrecht, ahli kuliner Belanda, rijsttafel sebenarnya terdiri dari puluhan hidangan dengan berbagai tekstur dan rasa dalam porsi kecil yang disajikan bersama nasi. Untuk acara besar biasanya terdiri dari tumpeng nasi dan 10 sampai 40 hidangan dari berbagai daerah di Indonesia, Belanda, serta hidangan peranakan Tionghoa.
Penyajian makanan bergaya rijsttafel sudah hampir dilupakan karena dianggap sebagai pemborosan. Apalagi di Indonesia, kebiasaan makan cukup hanya dengan nasi sebagai sumber karbohidrat, lauk berbasis protein hewani atau nabati, dan sayuran.
Sebelum pulang,
hujan deras mengguyur sudut kota Paris Van Java, membuat kami enggan pulang. Perut kenyang, hati bahagia, dan persahabatan yang langka....
Semoga bisa berjumpa kembali di lain kesempatan ya Prof, terimakasih banyak atas suguhannya yang hangat hingga ke hati.
thankyou photographer for all the beautiful pictures here, mas Aan Nataigama (Aan Meilana Kusuma)
Terima kasih mbak Tanti untuk untaian ceritanya. Terima kasih sudah bisa nemani sowan Prof Bambang. Semoga Prof selalu diparingi kesehatan supaya bisa menceritakan hal-hal baik dan benar di masa lalu untuk kebaikan di masa yang akan datang. Aamiin
BalasHapusalhamdulillaaah semoga bisa berjumpa lagi di lain kesempatan
Hapusterimakasih sekali lagi mbak ^^
Duh mba, nyaman sekali sehari di rumah Prof Bambang ya. Itu rumahnya rindang sekaliiii, sampai ada pohon delima segala.
BalasHapusMbaaak ... Kok enak makan-makan? Oups, hahaha ... Itu kalau aku, sup kacang aku makan pakai nasi. Eh, ternyata baru appetizer, yak?
BalasHapusProf. Bambang terlihat sekali ya sangat menghormati tamu. Terlihat dari cara beliau menjamu dan memperbolehkan jalan-jalan di sekitar kebunnya. Selera tanaman beliau baguuus banget.
Wah jadi pingin nyobain rijsttafel, walau menyantap semangkuk bruine bonen Soup udah bikin saya kenyang
BalasHapusSenangnya ❤️ pengalaman yang luar biasa, mbak. Dapat bertemu dengan Prof. Bambang dan menikmati berbagai kuliner yang menarik ❤️ Apalagi bisa metik buah delima langsung dari pohonnya.. waahh mupeng saya, saya suka banget sama delima 🤗
BalasHapusKalau delima itu buah langka, berarti aku tinggal di daerah langka ya :D Di RW sebelahku lumayan banyak tetangga yang punya pohon delima di halaman rumah :) Btw, jadi pengen nyobain alpukat dg toping tahu udang. Rasanya gimana ya?
BalasHapussuasana yg hangat dg sajian yg memikat, sungguh jd pengalaman yg menyenangkan. apalagi punya halaman luas yg asri dg banyak tanaman langka, ah mengesankan ..
BalasHapusdari fotonya aja bisa kelihatan nikmat banget bisa kumpul sama kluarga gitu :)
BalasHapus