"Mbaaaak... aku mau bunuh diri rasanyaaa!"
seorang sahabat, sebut saja Yng pernah nangis di pangkuanku beberapa tahun lalu.
Ia dan suaminya sudah lama bercerai, dan ia baru saja menjalin hubungan selama dua bulan setelah berkenalan melalui aplikasi kencan online.
Singkat cerita, dalam hubungan cinta mereka yang baru berjalan dua bulan ini, sang teman sudah merasa letih dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.
Ada saja hal yang mereka pertengkarkan, termasuk masalah sepele dan urusan yang berkaitan dengan teman-teman. Puncaknya adalah ketika sang kekasih mengancam akan bunuh diri jika mereka sampai putus!
Wah, bunuh diri untuk hubungan yang baru berjalan 2 bulan? Apakah mungkin seseorang akan melakukan hal tersebut? Mungkin terkesan dan terdengar tidak mungkin serta berlebihan, namun ternyata tak sedikit orang yang melakukan ini atau mengalami hal ini dalam hubungan.
Temanku memang terkenal baik hati, sering sedekah dan suka mengalah. Walau begitu, Yng ini sangat work hard. Ia bahkan seringkali menginap di kantor karena bosnya meminta lembur!
Emotional Blackmail
Apakah kamu familier dengan kasus tersebut?
Dan karena ada di dalam perguruan pencak silat, tentu saja mayoritas teman-temanku pria, kan. Nah, dibuatlah strategi. Mulai dari aku wajib ikut turnamen, hingga teman-teman berbalik menyerang si dia ini dengan kata-kata meremehkan balik.
1. Tuntutan
2. Perlawanan
3. Tekanan
4. Ancaman
6. Pengulangan
Oya dalam kasus sahabatku YNG apa yang terjadi?
Emotional Blackmail
Pemerasan emosional (emotional blackmail) adalah manipulasi psikologis yang dilakukan seseorang dengan mengancam untuk menghukum orang yang dekat dengannya karena tidak melakukan sesuatu yang ia inginkan.Pelaku pemerasan biasanya orang yang memiliki hubungan dekat, seperti pasangan, teman, orang tua, atasan, atau rekan kerja. Alat yang dipakai untuk memeras adalah ketakutan, kewajiban, dan rasa bersalah, atau dikenal dengan singkatan bahasa Inggris FOG (fear, obligation, dan guilt).
Jenis ancaman yang digunakan ada empat, yaitu ancaman hukuman (punisher), hukuman diri sendiri (self-punisher), penderita (sufferer), dan pemikat (tantalizer).
Apakah kamu familier dengan kasus tersebut?
Apakah kamu tipe orang yang ingin selalu memenuhi keinginan orang lain terlebih dahulu, hingga mengabaikan perasaan serta keinginanmu sendiri?
Aku pernah!
Pada saat kuliah di semester 4, aku berhubungan serius dengan seseorang. Kupikir kami cocok karena pada saat kuliah, terus terang aja aku orang yang sangat aktif di senat, di beberapa kegiatan pecinta alam dan riset.
Aku juga mewakili kampus untuk terbang ke Surabaya - Bali - Lombok - NTT beberapa kali untuk PMAI (Persatuan Mahasiswa Agroindustri Indonesia).
Karena mantan ini anggota Menwa, terlihat aktif dan keren di mataku. Selang beberapa bulan, mulai terlihat aslinya. Ia memang baik. "Baik" yang berlebihan menurutku sekarang.
Membuatkan aku teh atau kopi setiap kali, memadu padankan bajuku, membelikan kosmetik (karena aku memang cuek banget sama urusan busana dan bedak yang kupakai juga cuman bedak bayi)
Ia juga selalu menjemput di mana pun aku berada.
Sounds good, right?
Hmmm.... ternyata di balik itu semua, dia sedang mengontrol pikiranku!
Hmmm.... ternyata di balik itu semua, dia sedang mengontrol pikiranku!
Dia berhasil memecah belah persahabatanku dengan Indah (sahabat yang sering kuinapin di kos - dan yang sering ngajarin statistik) dan terutama dengan sahabat-sahabat cowok.
Dan, lama-lama dia melarang aku untuk ikutan kegiatan ini dan itu, karena takut aku capeklah, atau apalah. Ujungnya yang kusesali sampai detik ini, adalaaah.... aku tidak jadi ikut pertukaran pelajar di Jepang selama 2 bulan!
Yes, sodara-sodara...
hingga detik ini, itu tidak akan pernah kulupakan!
Aku bersyukur bisa lepas dari manusia ini (karena kalau minta putus dia bakalan nyembah nyembah di kakiku) gara-gara teman seperguruan silat yang melihat hubungan kami mulai tidak sehat.
Dan karena ada di dalam perguruan pencak silat, tentu saja mayoritas teman-temanku pria, kan. Nah, dibuatlah strategi. Mulai dari aku wajib ikut turnamen, hingga teman-teman berbalik menyerang si dia ini dengan kata-kata meremehkan balik.
Akhirnya sih alhamdulillah si dia ini akhirnya menjauh, takut karena aku "dikepung rapat dan dijaga dengan baik" (permainan mental ya kalo sekarang namanya?)
Panjang kali lebar, cerita endingnya. Tapi itu sudah kukubur rapat-rapat. Bersyukuuur Allah swt menurunkan malaikat-malaikat rak bersayapNYA untukku.
Kalau diingat sekarang, aku bisa mual....
Btw,
perlakuan tidak menyenangkan ini ada yang tidak patut ditulis dan juga tidak untuk dibicarakan! Bencinya? Gak usah ditanya! Sampe ubun-ubun!
Tapi seiring waktu, aku berdamai dengan memaafkannya. Mungkin saja, ini kesempatan Tuhan bicara padaku, bahwa ke depannya aku harus memproteksi anak-anakku juga.
Ada contoh kasus lain yang sempat kubaca.
Ada seorang anak baik - rajin - pintar yang dianggap sebagai "tulang punggung" keluarga, ia selalu menuruti permintaan ibu dan saudara-saudaranya.
Apakah dengan begitu, mereka jadi menghargai dia?
Ternyata tidak! Ketika satu saat ia menolak permintaan ibunya, dengan mudahnya si ibu menganggap anaknya sebagai anak durhaka. Bahkan, kakak kandung dan istrinya (which is kakak iparnya) sering seenaknya meminta uang padanya.
Si anak pun tidak tahu cara membela diri, hanya bisa menghadapi omelannya dalam bisu. Padahal si anak tidak bermaksud demikian. Ia berharap ibunya mengerti bahwa ia sedang bekerja keras, dan bukannya tidak ingin memenuhi keinginan ibunya.
Jika kamu pernah mengalami hal-hal seperti ini, yang membuatmu sangat terbeban, kemungkinan besar kamu telah jatuh ke dalam siklus Pemerasan Emosional atau Emotional Blackmail.
Emotional blackmail merupakan kondisi di mana kamu selalu mendapat ancaman dari pasangan mulai dari ancaman yang ringan hingga ancaman yang dapat membahayakan dirimu.
Nah emotional blackmail mereka lakukan untuk mengontrol segala hal yang ada dalam dirimu dan membuatmu patuh pada mereka.
Ternyata tidak! Ketika satu saat ia menolak permintaan ibunya, dengan mudahnya si ibu menganggap anaknya sebagai anak durhaka. Bahkan, kakak kandung dan istrinya (which is kakak iparnya) sering seenaknya meminta uang padanya.
Si anak pun tidak tahu cara membela diri, hanya bisa menghadapi omelannya dalam bisu. Padahal si anak tidak bermaksud demikian. Ia berharap ibunya mengerti bahwa ia sedang bekerja keras, dan bukannya tidak ingin memenuhi keinginan ibunya.
Jika kamu pernah mengalami hal-hal seperti ini, yang membuatmu sangat terbeban, kemungkinan besar kamu telah jatuh ke dalam siklus Pemerasan Emosional atau Emotional Blackmail.
Emotional blackmail merupakan kondisi di mana kamu selalu mendapat ancaman dari pasangan mulai dari ancaman yang ringan hingga ancaman yang dapat membahayakan dirimu.
Nah emotional blackmail mereka lakukan untuk mengontrol segala hal yang ada dalam dirimu dan membuatmu patuh pada mereka.
Susan Forward, penulis buku yang berjudul “Emotional Blackmail: When the People in Your Life Use Fear, Obligation, and Guilt to Manipulate You” menjelaskan bahwa emotional blackmail menjadi salah satu bentuk pemerasan emosional yang manipulatif.
Bagaimana emotional blackmail bekerja?
Susan Forward menyebutkan cara kerja emotional blackmail yang terbagi ke dalam enam tahapan.
Tahapan-tahapan tersebut, di antaranya:
1. Tuntutan
Hal pertama yang selalu dilakukan pelaku emotional blackmail adalah tuntutan.
Contoh, ketika melihat aku sedang main dengan teman-teman atau sahabat, maka mantanku ini akan berlaku "stingy" (cemberut atau sinis waktu diajak bicara bahkan terang-terangan mengajak pergi ke kantin)
Contoh, ketika melihat aku sedang main dengan teman-teman atau sahabat, maka mantanku ini akan berlaku "stingy" (cemberut atau sinis waktu diajak bicara bahkan terang-terangan mengajak pergi ke kantin)
Nah, kalau ku bertanya alasannya, dia akan menyampaikan ketidaksukaannya, misal dengan mengatakan, ”Aku kok tak suka ya melihat cara mereka memandangmu. Kupikir mereka tidak baik untukmu, Neng!”.
Meski terlihat peduli, cara ini sebenarnya dilakukan untuk mengontrol pertemanan! Mengontrol ini, gunanya agar si korban tergantung padanya!
2. Perlawanan
Pelaku akan berusaha sekuat mungkin supaya keinginannya terpenuhi.
Dalam kasus Yng, si pelaku (pacarnya) meminta Yng untuk menjauhi orang tertentu tapi ditolak, ia kemudian akan melakukan perlawanan. Perlawanan yang dilakukan bisa dengan marah dan menjauh hingga tuntutannya terpenuhi.
3. Tekanan
Dalam tahapan ini, pelaku emotional blackmail akan menekan kamu untuk memenuhi apa yang ia inginkan.
Beberapa pendekatan yang mungkin dilakukan mulai dari mengulangi tuntutannya, membuat mereka seolah-olah terlihat baik (contoh: ini demi kebaikanmu dan masa depan kita), merendahkan
Dan biasanya, mereka mengatakan sesuatu seperti “Kalau kamu sayang sama aku, lakukan yang kuminta”.
4. Ancaman
Emotional blackmail seringkali melibatkan ancaman, entah secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, aku pamit mau hangout sama teman-teman.
Si dia ini uring-uringan, ngambek dan mengancam secara langsung dengan berkata “Jika kamu tetap pergi, maka hubungan kita selesai sampai di sini”.
*mustinya aku saat itu bilang ya, "YA UDAH! PERGI SONO KE NERAKA!"
Ancaman tidak langsungnya dia ini menyebalkan.
Pernah si dia ini terang-terangan menggoda sahabatku yang lain (kebetulan dia model underwear Sorella) di....rumahku! Ini membuat aku salting - mau tak usir, nanti dikira aku cemburuan ... hiks hiks
Kalo sekarang mungkin akan aku pentung sekalian kepalanya!
5. Kepatuhan
Saat mulai lelah dengan tekanan dan ancaman,
si pelaku akan sadar bahwa korban pun akan mulai menyerah dan patuh terhadap tuntutan pelaku.
Tapi ingat, begitu keinginannya dituruti, ia lalu akan tampak sangat baik dan penyayang terhadapmu.
Itu sebabnya, para korban emotional blackmail (yang emang dari sononya pemaaf juga hiks....) akan terus menerus bersama ODGJ ini.
Oow ya, patut kutulis ODGJ karena beberapa perlakuan mereka sebenernya lama-kelamaan di luar nalar!
6. Pengulangan
Ketika kamu mulai patuh, pelaku akan terus melakukan pengulangan agar tuntutannya selalu terpenuhi.
Pola ini tentunya menjadi pertanda bahwa Anda .. ya Anda yang sedang mengalaminya ---> sedang terjebak dalam hubungan yang tidak sehat.
Cara merespons emotional blackmail
Hubungan yang disertai dengan emotional blackmail tentu akan berdampak buruk terhadap psikologis korbannya.
Untuk keluar dari hubungan tersebut, berikut beberapa tindakan yang bisa dilakukan:
- Kenali semua jenis perilaku mengendalikan yang dilakukan oleh pasangan.
- Pahami mengapa pola destruktif tersebut terjadi
- Tentukan apakah Anda dalam bahaya atau pasangan bisa berubah.
- Jika dalam bahaya, carilah perlindungan dengan meminta bantuan orang lain.
- Ambil tindakan untuk mengubah pola buruk tersebut atau mengakhiri hubungan.
- Apabila hubungan berlanjut, buat perjanjian agar pola serupa tidak berulang. Jika berakhir, jauhi kontak - dan hindari semua yang bersinggungan dengannya!
Oya dalam kasus sahabatku YNG apa yang terjadi?
Aku memeluk dia - tanpa tekanan aku meredakan dulu tangisannya dan kuingatkan kepada : ANAK-ANAKNYA!
Selanjutnya pelan-pelan kuingatkan bahwa dia udah terkena mental, dimanfaatkan. Bahwa masih ada orang lain lagi yang jauh lebih sayang dia, tanpa harus mengancam bla bla bla....
Yaaa memang sih,
pas putusnya butuh uang tidak sedikit (aku diajak ngopi terus di mal, belanja barang tak penting, dll) tapi alhamdulillah akhirnya dia sadar, bahwa dia telah terkena LAGI perundungan.
Kasus sebelumnya waktu dia cerai, mantan suaminya selingkuh dan melakukan bully fisik walau tidak baku hantam. Nah .. masak mau terulang lagi, sih?
Alhamdulillaaah YNG sekarang happy,
Alhamdulillaaah YNG sekarang happy,
kedua anak-anaknya udah lulus kuliah dan kerja di tempat yang baik. Dia sendiri juga sering berbalas komen di akun instagramku.
Dia menuntaskan S1 dengan gemilang, kariernya cemerlang, dan sekarang kudengar dari adiknya E, kabarnya diam-diam ambil S2.
YNG memutuskan untuk tidak menikah lagi, karena kayaknya sih dia ini akhirnya sadar, dia jenis orang yang mudah atau rela berkorban dan mengalah.
Dan ini sasaran empuk buat jadi korban perundungan!
Well...
gitu deh, pengalamanku dengan emotional blackmail, semoga bisa menjadi pelajaran berharga buat yang baca, aamiiin
Ya Allah mengerikan amat ya
BalasHapusalam bawah sadar ya yang diserang!
Hapuskabar mantan s****n itu terakhir dia ditendang keluar deh kayaknya sama keluarga istrinya
Ya ampun, serem banget
BalasHapusada yang tidak patut ditulis di sini Amel! Iya aku sampe sekarang benci sampe ke ubun ubun sama ni orang, tapi pelan-pelan kumaafkan... ga sehat juga kan ya buatku!
HapusAstaghfirullah awalnya baik banget, terlalu baik tapi ternyata ada maksud tersembunyi. Kira-kira kenapa ya bisa sampai begitu? Apa yg terjadi pada inner childnya?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKita bahas di luar blog yaaaa helena
HapusSudah familiar sekali dengan kasus-kasus yang belakangan ini sering terjadi apalagi sampai merenggut nyawa. Banyak juga film yang mengangkat tema seperti bully seperti ini.
BalasHapusiya mbak ternyata kita secara tidak sadar melakukan itu juga loh .. bullying
HapusHemm kadang memang mental manusia itu lemah, dibentak sedikit terluka, dihina sedikit jatuh, dan lainnya itu karena memang punya hati. :)
BalasHapusiya bener mbak, stay cool and positive ya
HapusKalau lihat pembullyan kayak gini jadi takut apalagi yang dibully itu pasti yang mentalnya lemah dan pendiam. Kita gak tahu, sekadar hal kecil yang dikatakan bisa jadi senjata tajam yang membunuh seseorang.
BalasHapusnah, biasanya yang "terlihat" itu yang justru buat dijajah
HapusMenurutku jahat memang kalau sampai membunuh tanpa menyentuh kayak gini, oleh karena itu jaga perasaan orang lain jangan sampai membuatnya terluka. :)
BalasHapusdan ini baru ujungnya yang diceritain sih mbak
Hapusduuuh seram ya Mbak, kasus seperti ini.
BalasHapustapi semoga orang-orang yang mengalami emotional blackmail gini mau speak up ya agar bisa keluar dari lingkarannya itu.
iya semoga ga ada lagi yang kek gini, semoga tulisan ini dibaca banyak orang juga
HapusJadi ingat satu film di mana seseorang melakukan kesalahan di depan umum karena memang moodnya buruk saat itu, tetapi karena kejadian itu cepat menyebar luas di media sosial sampai membuatnya dihujat dan mengalami banyak masalah. Akhirnya di akhir hidupnya dia hanya mendapatkan kesedihan, padahal sebelumnya dia gadis yang baik dan cantik memang di hari itu moodnya buruk karena divonis penyakit berat oleh dokter dan hidupnya gak akan lama lagi. Orang lain ga tahu apa yang sebenarnya, tetapi sudah menganggapnya jahat :)
BalasHapusyaa Allah kasiannya ya, medsos pula!
HapusKebayang hancurnya hati anak itu
Walah, aku sampe baca dua kali tulisan ini saking bahasannya menarik banget. Sepertinya banyak ya yang mengalami ini, tapi ga sadar aja kalau dia dalam situasi begitu. Bisa bikin depresi ga sih ujungnya?
BalasHapuswah makasih ya mbak,
Hapuskalo aku sih terus terang udah frustrasi tingkat berat, ya (gemar menyakiti diri sendiri - sering ngomong sendiri pas inget dan lain lainnya)
aku bersyukur circle-ku kuat, saling sayang sehingga aku bisa bangkit lagi
Flashback 2005-2015 waktu dulu masih zaman pubertas, haduh kalau dipikir kok bisa ???
BalasHapusGak nyangka kadang kok kita sebagai perempuan "bisa" dikontrol sedemikian rupa cuma karena gak tegaan.
Tapi ya udah sih,udah lewat juga yang penting semoga si beliau ini sadar atas kesalahan.
Ini terjadi juga di teman cowok sih Bun.
HapusJadi emang terlepas dari gender, yang baik emang suka dimanfaatkan sebagai mangsa! Serem ya
Duh prihatin ya, ini memang realitas yang ada ya, aku kadang melihatnya perempuan atau siapapun ya penting yuk mengenal siapa dirinya. Jadi akan mudah juga dia kenal keluarga dan lingkungannya
BalasHapusBanget mbak Gita. Setuju, Mbak.. itu sebabnya kita butuh komunitas
Hapusmemang perlu seorang sahabat atau sahabat-sahabat yang bisa melihat dari sudut pandang pihak ketiga, untungnya ya waktu itu bisa terlepas dari jerat toxic seperti itu
BalasHapusBenar mas Unggul
HapusJadi terharu sama ortu, sodara dan teman teman yang mendukung
bullying dalam berbagai bentuknya ya mbaaa. dan yang verbal pun dampaknya buruk sekali. Semoga FOG tidak di-instigate kepada kita semua
BalasHapusjerat seperti ini memang membahayakan ya mbaaa.. kita harus bisa membedakan mana yang membawa banyak masalah ya
Hapusemotional blackmail ini kok serem banget ya Mba. Gak luka secara fisik tapi batinnya. Hiks. Semoga kita dijauhkan dari hal-hal toxic seperti ini.
BalasHapusDuuuhh baca tulisan ini jadi keinget temen deketku juga pernah ngalamin di pernikahannya, bahkan sampai KDRT juga. Butuh waktu lama untuk lepas tp thank God sekarang udah berakhir, walau rasa trauma itu masih harus pelan-pelan dihilangkan.
BalasHapuswahh aku kok ngeri baca ini mbak
BalasHapusemang banyak kadang ya perempuan yg terjebak hububgan seperti itu
biar terhindar dari emotional blackmail ini mungkin kita harus mencintai diri kita sendiri ya sebelum mencintai orang lain
Yaampun sampai menggagalkan ke Jepun segala yaa. Alhamdulillah udah kelar lamaaa dengan orang kayak gitu. Sahabat aku dulu kayak gini, kita2 pada bete. Nggak boleh main sama dia 😅 sampai menikah dan bercerai. Alhamdulillah dijodohkan yg lain sama Allah sekarang udah bahagia. Semoga mba Yng dan mba Tanti jg selalu bahagia dan sehat ya😚
BalasHapusBaru dengrr dib istilahnya Emotkonal Blackmail. tp ada juga karibku yg ngalami hal yg mirip2 dengan emotional blackmail. Bunda nyebutnya semacam toxic relationship.
BalasHapusNeng tantiii...maapkeun bnyk typo, maklum terburu-buru menjelang Magrib...#alasanhehe...
BalasHapusMiris banget ya Makneng. Cerita di atas mengingatkan aku pada beberapa pasien aku yang mengalami hal yang sama. Hiks, mereka rat2 perempuan tapi ada juga yang laki2. Kadang ga habis pikir ko bisa siih menyerahkan kuasa diri kita kepada pasangan/orang lain.
BalasHapusAku pun pernah mengalaminya Makneng, namun hanya sesaat keburu disadarkan dan emmang hanya diri sendiri ya berhak dan berkuasa atas dirinya.
Makasih cerita temannya Makneng, semoga selalu bahagia dan pastinya banyak hikam dan kontribusi buat kita semua.
Ya Allah, untungnya Mbak Tanti bisa lepas dari orang yang melakukan backmail ini ya. Hal ini bisa juga terjadi di antara orang tua dan anak. Bully verbal. Saya tahu beberapa kasus. :(
BalasHapusTerlalu baik diawal dan akhirnya malah mencengkram dan bikin kita ga bisa berkutik, saya pernah alami hal serupa. Beruntung bisa lepas dan dipertemukan dengan orang baik. Ah saya pun kalau ingat masa lalu itu suka geram, :(.
BalasHapusSharing yang menarik, Mbak..apalagi pernah mengalami sendiri bully verbal dengan cara emotional.
BalasHapusKakakku korban bully ini dari (mantan) suaminya. Bertahan sampai 20 tahun, akhirnya dia lari pulang ke ortuku, bawa anak 2 dan baju sekoper doang, semua ditinggal. Baru terbongkar semua tindakan suaminya oleh keluarga besar saat dia hampir kehilangan nyawa. Akhirnya gugat cerai diurus, dan hampir 5 tahun ini dia jadi ibu bekerja ngasuh 2 anak, kulihat kelihatan makin happy dengan keputusannya
Saya baca bener2 ngeri yah emotional blackmail ini, apalagi yang part "aku tidak jadi ikut pertukaran pelajar di Jepang selama 2 bulan!" ini bener2 gila dan toxic pake banget si. Saya yg bacanya jadi rada geregetan.
BalasHapusSeram banget ya Budhe emotional blackmail ini, dan saya jadi ingat teman saya juga yang kasusnya mau bunuh diri pacarnya karena nggak mau diputusin. Tapi akhirnya putus juga setelah drama panjang.
BalasHapusJujurly merinding nih bacanya mba. Mungkin tanpa disadari kita pernah melakukannya ya. Apa mungkin juga hal ini terjadi pada hubungan ortu dan anak?
BalasHapusWah, ada banyak kasus kayak gini ya mba. Moga bisa jadi pelajaran buat kita agar gak salah salam menjalani hubungan. Kalo pun salah diberikan kekuatan untuk tetap bersikap dan berpikir jernih
BalasHapusKasus kayak gini banyak banget di sekeliling kita Mbak, aku sendiri pernah kok ngalamin. Enggak enakan diminta bantuan ini itu iya2 aja ya kupikir aku bakalan dihargai, tapi sekalinya nolak kalah dikatain yang menyakitkan sih pernah, di ancam2 juga pernah dan itu enggak enak banget.
BalasHapusSenang sekali dengan tulisan mengenai emotional blackmail.
BalasHapusIni menjadi awarness juga untuk anak-anak ketika mereka bertumbuh dan memasuki fasa remaja, maka akan banyak sekali jenis-jenis teman dan emosional yang mungkin masih bikin mereka ragu untuk melangkah.
Semoga para orangtua bisa senantiasa memberikan pelukan hangat dan pengertian yang baik sehingga dijauhkan dari toxic relationship yang pastinya merugikan bagi korban.
Saya pernah nih mbak dihadapakan pada emotional blackmail, waktu itu saya minta putus dan dia ngacam mau nyebur ke sungai. Ujung-ujungnya saya yang luluh deh, ternyata itu semacam permaianan mental ya
BalasHapusWah tulisan ini insightful sekali mba. Aku baru tau istilahnya emotional blacmail ya. Kemarin sempet denger cerita serupa, tentang pasutri yang salah satunya selalu mengancam bunuh diri kalau tuntutannya nggak dipenuhi. Duh, si pelaku memang perlu dibawa ke psikiater/psikolog itu sih
BalasHapusAku jadi ingat dulu waktu zaman sekolah, seorang yang kukenal baik minta putus dari pacarnya yang emosian, eh pas minta putus ada aja kelakukannya. Setiap kali bertengar, keliatan putus asa. Tapi setelah temenku dibawa pindah sama keluarganya, Alhamdulillah putus dengan alami. Biarpun sempat ngancam-ngancam, kita temennyanya laporin aja sama orangtua dia
BalasHapusKalau ingat lagi pasti nyesel banget ya mbak sampai ga bisa ikut pertukaran pelajar ke Jepang. Tapu untung mbak Tanti bisa lepas dari beliau itu.
BalasHapusTernyata kalau terlalu baik juag harus hati2 ya takutnya dimanfaatkan :)
Ancaman bunuh diri kalau putus kayanya klise nyontek di sinetron ya. Supaya di perhatikan terus. Duh jangan milih pasangan kaya gini. Hadapi kenyataan aja sulit . Inimah tidak punya masa depan.
BalasHapusnyebelin nih kalau baru putus dan dapat org lain yg menyebalkan model gini. susah untuk lepas kalau ga ada keberanian dan support dari kanan kiri. tp untungnya skrg aman2 dan bahagia ya mbaa
BalasHapusya ampun mak Neng, alhamdulillah banget ya lepas dari mantan pacar se-toxic itu.. huhuhuhuhuu. Ngga cuma Emotional Blackmail tapi juga manipulatif banget yaaa.. Alhamdulillah banget nggak 'jadi' sama dia ya Mak. Horor sekali itu orangnyaaa
BalasHapusBaru Tau Aku istilahnya mba... Pemerasan emosional (emotional blackmail) manipulasi psikologis yg dilakukan seseorang dgn mengancam untuk menghukum orang yg dekat dengannya karena tidak melakukan sesuatu yg ia inginkan.
BalasHapusSerem juga klo Kita gà k bisa ngelawan dn terus patuh ya ... Jadi pelajaran bngt nih
Mak Neng, orang baik, pemaaf dan mudah iba itu rentan juga jadi korban emotional blackmail gini yaaa. Dimanfaatkan dan terus diserang rasa bersalahnya
BalasHapusHiks, gemes banget bacanya mbak... Korban emotional blackmail ini memang harus mendapat dukungan yang kuat ya dari orang sekitarnya, kalau enggak, kasian digituin aja terus...
BalasHapusSerem, kalau berantem langsung ngancam bunuh diri. Saya ga paham jalan pikiran seperti itu.
BalasHapusTerima kasih sudah sharing, Mbak. Semoga kita semua terhindari dari hal nggak menyenangkan ini, ya. Huhuhu
BalasHapusSedih melihat kasus-kasus seperti ini, apalagi bila yang disalahkan hanya satu pihak yang dianggap lemah. Biasanya si manipulator pintar sekali berkata-kata, menjatuhkan, sehingga si korban jadinya merasa tak berdaya dan tak berguna, padahal...ya begitulah. Perlu dukungan dari orang terdekat agar si korban mampu untuk bangkit dan berjuang untuk dirinya. Terima kasih Kak Tanti untuk informasi cara menjauh dari hubungan toksik seperti itu. Salam hangat.
BalasHapusSerem banget aku bacanya mbak, makasih sharing nya kak, berharap kota terhindar dari hal seperti itu
BalasHapusmbak, menarik banget tulisannya. Oh aku baru paham yang kayak gini namanya Emotional Blackmail ya. Aku punya temen, dia nikah sama seorang cewek (murtad) sampai pindah agama. PAs udah nikah si ceweknya ini suka KDRT donk sama suaminya, pas suaminya minta cerai malah ngancem2 bunuh diri. Kesian banget suaminya sumpah. Sekarang sih anak mereka udah 2, ya smoga sabar-sabar dan rumah tangganya membaik deh ya..
BalasHapuswalah toxic sekali ya mba Tanti kasus relationship kaya gitu, aku pun pernah ngalaminnya sih, bikin temperamenku jadi gampang mendidih banget, dan asli deh itu gak sehat banget yaa mba
BalasHapusMantannya temen aku ada nih yang dulu suka ngancem-ngancem pakai bunuh diri si cowonya.
BalasHapusTipikal orang yang punya karakter Emotional Blackmail ini kulihat, orangnya suka kelewat perhatian kaya cowo-cowo di drakor dan protectif. Masuk kategori toxic relationship.
Beruntung selama ini dijauhkan orang seperti ini, soalnya aku tipikal cuek bebek meskipun suka care sama orang lain.
Untung mba Tanti dulu ikut silat, jadi kalo mau macam-macam digebukin aja rame-rame. Hahaha