Bagaimana Doom Spending Mempengaruhi Keuangan Keluarga Kita

Doom spending adalah fenomena di mana seseorang menghabiskan uang secara berlebihan untuk barang-barang yang tidak diperlukan, sering kali sebagai cara untuk mengatasi stres atau kecemasan. 

    Doom spending, dialihbahasakan menjadi pembelanja impulsif a.k.a boros.
Sebenarnya perilaku ini sudah ada sejak dulu, namun saat ini masuk ke dalam periode mengkhawatirkan sejak berbelanja semakin mudah dengan cara online!


    Ada beberapa kasus terkenal yang mencerminkan fenomena doom spending, terutama di kalangan generasi muda. Berikut adalah beberapa contoh nyata:

1. Stefania Troncoso Fernández

    Seorang wanita penulis skenario berusia 28 tahun dari Kolombia, Stefania mengakui bahwa ia terjebak dalam kebiasaan doom spending. Ia menghabiskan uang untuk barang-barang mewah dan pengalaman, meskipun menyadari bahwa tingginya inflasi dan ketidakpastian politik membuatnya sulit untuk menabung.

    Stefania mencatat bahwa stres dan kekhawatiran terhadap masa depan mempengaruhi pengeluarannya, dan ia merasa terjebak dalam siklus belanja impulsif yang merugikan keuangannya.

2. Daivik Goel

    Pendiri startup berusia 25 tahun asal Silicon Valley ini juga mengalami doom spending. Ia menghabiskan uang untuk pakaian desainer dan teknologi terbaru sebagai bentuk pelarian dari ketidakpuasan kerja dan tekanan sosial. 

    Daivik mengakui bahwa kebiasaan ini muncul dari perasaan ingin melarikan diri, terutama di lingkungan yang sangat kompetitif seperti Silicon Valley.

    Saat ini, Generasi Z dan milenial terlibat dalam doom spending sebagai respons terhadap stres dan ketidakpastian ekonomi. 

    Survei menunjukkan bahwa banyak dari mereka lebih memilih menghabiskan uang untuk pengalaman seperti traveling dan makan di restoran mahal daripada menabung untuk masa depan. Hal ini sering kali dilakukan sebagai bentuk "self reward" setelah bekerja keras, tetapi dapat berujung pada masalah keuangan yang serius jika tidak terkendali.

Pengeluaran untuk Healing atau Pengalaman?

    Aku sih setuju, sebagai pribadi dan sebagai sebuah keluarga sesekali HARUS WAJIB membutuhkan healing, jalan-jalan, kongkow atau apalah apalah. 

Pengalaman bepergian hampir selalu memberikan efek positif seperti memperkaya wawasan, bertenggang rasa selama di perjalanan, atau mengenal lebih dekat karakter satu sama lain.

TAPIIIII....

banyak orang yang terjebak dalam doom spending menghabiskan uang untuk pengalaman seperti konser, liburan, atau makan di tempat-tempat mahal sebagai cara untuk meredakan stres. Ini sering kali dilakukan meskipun mereka tahu bahwa situasi keuangan mereka tidak mendukung pengeluaran tersebut.

Memahami Doom Spending: dari Sudut Pandang Seorang Ibu Rumah Tangga

    Sebagai seorang ibu rumah tangga Gen X, saya sering mendengarkan istilah "doom spending" yang belakangan ini banyak dibicarakan. Istilah ini merujuk pada kebiasaan belanja yang tidak terencana dan sering kali dipicu oleh perasaan cemas atau stres. 

Lantas, Kenapa Kita Melakukannya?

    Ibu rumah tangga sering menghadapi berbagai tekanan. Tanggung jawab mengurus rumah, keluarga, dan kadang-kadang juga pekerjaan membuat kita merasa lelah dan stres. Dalam keadaan seperti ini, berbelanja bisa terasa seperti pelarian. Barang-barang baru, meskipun hanya sementara, bisa memberikan kebahagiaan sesaat.

Yhaaa apa iyhaaaa!

Namun, dengan kesadaran dan langkah-langkah sederhana, kita bisa menghindari jebakan ini dan menjaga keuangan keluarga tetap sehat.

Dampak Doom Spending

Meskipun belanja bisa memberikan kepuasan sementara, doom spending memiliki dampak jangka panjang yang tidak baik.

Berikut beberapa dampaknya:


1. Keuangan Tertekan: Setiap kali kita membeli barang yang tidak perlu, kita sebenarnya menguras anggaran keluarga. Ini bisa membuat keuangan menjadi ketat dan menambah stres.

2. Rasa Penyesalan: Setelah berbelanja, sering kali muncul rasa penyesalan. Kita mungkin menyadari bahwa barang yang dibeli tidak benar-benar dibutuhkan atau tidak sesuai harapan.

3. Kecemasan Berkelanjutan: Alih-alih mengatasi masalah, doom spending justru bisa memperburuk perasaan cemas kita. Ketika masalah keuangan mulai muncul, kecemasan akan kembali menghantui.


Cara Mengatasi Doom Spending

Berikut beberapa langkah yang bisa diambil untuk menghindari doom spending:

1. Buat Anggaran:

Menetapkan anggaran bulanan untuk belanja dapat membantu kita lebih sadar akan pengeluaran. Dengan begitu, kita bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan.

2. Tetapkan Anggaran Bersenang-senang Tahunan!

Buatku yang pekerja kreatif dan freelancer, uang bulananku tentu saja tak bisa diprediksi. Nah, aku memutuskan ikut beberapa arisan dan tabungan bulanan, dengan tujuan "mengamankan" cita-cita untuk sekedar jalan-jalan dan berbelanja sama anak-anak loh. 

Dengan adanya penetapan nominal di akhir tahun, aku bisa sedikit ngerem kebutuhan tak penting tersebut. Kan, aku bercita-cita di akhir periode tabungan nanti akan pergi ke sini atau belanja baju yang kuincar!

3. Temukan Alternatif / Hobi

Alih-alih berbelanja saat merasa stres, coba cari cara lain untuk meredakan tekanan. 

Untuk lebih efektif, tetapkan dan padukan hobimu. Misalnya, tiap minggu boleh jalan-jalan sambil jajan di Pujasera Gading, jalan-jalan ke taman, jalan-jalan ke perpustakaan baca novel Indonesia atau tobuk untuk membaca buku- bukan beli yaaa... atau kalo hobi banget nonton, sediain waktu khusus sendirian di rumah seminggu sekali. Beli deh snack di mini market, tutup pintu, dan... marathon nonton!

4. Tulis Perasaanmu di Jurnal

Kadang-kadang menulis jurnal tentang apa yang kita rasakan dapat membantu memahami emosi dan mengurangi dorongan untuk berbelanja.

Caranya? 

Aku akan searching di internet benda atau target tempat liburan, lalu aku akan nulis panjang lebar - nih sekalian boleh sambil manifesting atau scripting loh gaes....

Tambahin deh luapan perasaan senangmu ketika nanti mencapai itu. Cara ini buatku lebih efektif timbang daku nyampah misuh ga jelas. Kalo sedang marah atau bete begitu sih biasanya aku nulisnya di chat WA yang cuman ada akunya doang. Terus kalo dah reda aku hapus.

5. Hangout dengan Teman 

Cari jajan bakso atau mie ayam viral tu efektif juga, atau kalo sedang bokek, ngeliwet dengan teman-teman atau keluarga ajalah ... sambil haha hihi dapat memberikan dukungan emosional tanpa harus melibatkan belanja!


Kesimpulannyaaaa

Ingatlah bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu datang dari barang-barang baru, tetapi dari hubungan yang kuat dan pengalaman berharga bersama orang-orang tercinta.

Semoga kita terhindar dari doom spending yooo!

Citations:

[1] https://lifestyle.bisnis.com/read/20241004/254/1804775/apa-itu-doom-spending-yang-viral-di-medsos-lifestyle-yang-bikin-gen-z-dan-milenial-mudah-jatuh-miskin
[2] https://madiuntoday.id/berita/2024/10/04/apa-sih-doom-spending-yang-lagi-rame-di-kalangan-gen-z-itu
[3] https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20240925161208-33-574563/penjelasan-doom-spending-yang-bikin-gen-z-milenial-cepat-miskin
[4] https://www.liputan6.com/bisnis/read/5717825/fenomena-doom-spending-yang-banyak-dilakukan-gen-z-simak-penjelasannya
[5] https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/50193/apa-itu-doom-spending-yang-bikin-gen-z-milenial-miskin
[6] https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7559486/fenomena-doom-spending-sedang-tren-di-kalangan-milenial-dan-gen-z-apa-itu
[7] https://www.liputan6.com/regional/read/5712801/apa-itu-fenomena-doom-spending-tren-di-kalangan-milenial-dan-gen-z
[8] https://girlsbeyond.com/2024/10/01/lifestyle/kenali-penyebab-doom-spending-yang-bikin-gen-z-disebut-miskin


18 komentar

  1. Selain healing, alih-alih mengatasnamakan "self love" tanpa disadari juga bisa mengarah ke doom spending. Sehingga memang perlu diri juga yang lebih peduli biar gak terjebak dengan namanya lebih besar pengeluaran daripada pendapatan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali, selain healing, kadang kita nggak sadar kalau label 'self-love' bisa jadi alasan untuk belanja berlebihan. Padahal, kalau nggak dikontrol, ujung-ujungnya malah bikin finansial jadi nggak sehat. Penting banget buat punya kesadaran diri dan bijak mengelola keuangan supaya pengeluaran nggak lebih besar dari pendapatan. Self-love sejati itu juga termasuk mencintai masa depan keuangan kita, kan?

      Hapus
  2. Aku justru yang tipe slow aja, ga jalanin frugal living juga sih. Mau jajan ya hayu, mau puasa juga hayu. Yang penting nyadar aja, jgn kebablasan hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju mbak Di, kuncinya memang ada di kesadaran diri ya. Mau jajan atau hemat, asal tahu batas dan prioritas, pasti lebih aman buat keuangan. Nggak perlu terlalu ketat juga, yang penting nggak sampai kebablasan atau nyusahin diri sendiri di kemudian hari.

      Balance itu penting pake banget!😊

      Hapus
  3. Santai saja sih kalau saya. Menikmati dan mensyukuri semua
    Tapi kalau belanja harus super ketat. Dari rumah sudah ditentukan mau belanja apa. Dicatet. Saat semua udah kebeli, ya udah pulang. Gak banyak drama cari ini itu kecuali yg emang dicatet dalam arti itu emang kebutuhan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, disiplin banget, salut! Strategi belanja seperti itu memang efektif banget buat menjaga keuangan tetap sehat. Dengan mencatat kebutuhan dari awal dan fokus pada daftar belanja, bisa banget menghindari pemborosan.

      Plus, sikap mensyukuri apa yang sudah ada bikin hidup jadi lebih tenang dan bahagia. Inspiratif banget nih .. mukucih teh Okti 😊

      Hapus
  4. Ngeri banget ya kalau membayangkan efeknya. Sekali dua kali memang mungkin gapapa. Tapi kalau sudah ketagihan aiihh bisa boncos. Dah gitu tergoda sama pay later dan kartu kredit. Habis sudah. Padahal yang namanya me time, personal entertainment, healing, atau apalah itu, kudu harus mampu kita kontrol sendiri. Dengan kesadaran bahwa kita WAJIB menjaga urusan finansial tetap terjaga kesehatannya. Untuk urusan sekarang dan nanti.

    BalasHapus
  5. doom spending ini memang sudah terjadi sejak dulu ya, Mbak. Termasuk saat ke pusat perbelanjaan dan ada diskon. bela ini itu, pas sampai rumah, ternyata membeli barang-barang yang tak dibutuhkan. Dan doom spending ini memang semakin terjadi saat semakin mudah belanja secara online, apalagi bisa beli dulu, bayar belakangan. akhirnya utang.
    Bagi Ibu rumah tangga (juga bapak rumah tangga), soal doom spending harus segera diusir jauh-jauh. patokannya penuhi kebutuhan bukan keinginan. Terus kalau ada keinginan, sesuaian dengan kemampuan.

    BalasHapus
  6. Sebagai seorang tsundoko (orang yang demen nimbun buku), kadang nyesel abis belanja buku eh bukunya gak kunjung dibaca. Beneran ini efek doom spending sih ya, dan untuk meminimalisasi rasa penyesalan, jadinya ikutan reading challange dan pasang target yang tinggi.

    Untuk soal buku, aku masih berprinsip: mending nyesel beli ketimbang nyesel gak beli. Ini kalau lagi liat di WAG dan ada nemu buku langka sih lebih sering. Tapi, aku sadar, harus ditekan hasrat belanja ini. Soalnya ya lumayan boncos juga pengeluaran walaupun belum ada anak/tanggungan.

    BalasHapus
  7. Saya pernah ngalamin ini
    Gak banyak sih, tapi bikin menyesal
    seperti ketika datang ke pengajian trus lihat deretan teman2 berjualan baju dan asesoris
    Langsung deh ngeborong dengan kalap, pertimbangan ngawurnya untuk bantu temen
    Udah gitu menyesal karena tabungan bocor :D

    BalasHapus
  8. aduh baca ini kok aku deg-degan ya hahaha... jangan-jangan aku sedang di masa doom spending lagi tiap hari beli air konsumsi sehari-hari.. gimana ya keluar dari keruwetan yang terjadi ini.. membuat perencanaan keuangan di tengah situasi sulit itu gak mudah sih yaa.. semoga gak lama-lama terjebak dalam doom spending ini

    BalasHapus
  9. Ibu rumah tangga meski hanya berdiam di rumah saja rentan kena doom spending ini, karena nonton live langsung check out, tanggal kembar apa yang di keranjang pun langsung dibayar...akhir bulan baru sadar, uang kok tanggal segini dah melayang....Btw, itu saya...
    Memang mesti atasi dengan langkah-langkah yang disebutkan di artikel ini

    BalasHapus
  10. Happy banget waktu akhirnya aku tobat belanja tas dan sepatu karena pindahan ke apartemen, soalnya tempatnya sempit hehe. Cuma kadang masih kalap top up game hiks, semoga aku bisa segera praktek menata keuangan dengan cermat ya!

    BalasHapus
  11. Wah, saya baca ini dengan perasaan agak bersalah karena tadi check out setelah merasa tertekan akibat akun kerja hilang (lagi). Intinya si mesin bonus FYP hilang sehingga merasa kecewa. Untungnya sesuatu yang memang dibutuhkan tapi saya tunda-tunda karena ini - itu.
    Kadang dengan alasan reward atau memperbaiki mood, perempuan bisa belanja secara impulsif. Dan kali ini (katanya) doom spending jadi karakter genzi. Ini bahaya sekali.

    BalasHapus
  12. oalah doom spending itu ternyata begitu.. baru ngeuh xD hehe.. dulu saya juga pernah impulsif dalam berbelanja, apalagi saat masih bekerja di perusahaan. tapi sekarang setelah resign, jadi mikir berkali-kali kalau mau spending money, hehe..

    BalasHapus
  13. Doom Spending ini nyata.
    Apalagi dengan kemudahan berbelanja online di zaman sekarang. Wah, bisa semakin gercep FOMO buat milikin barang tertentu.

    Dan kadang kalau uda beli tuh berasa, "Kenapa aku beli barang ini cuma tergiur karena harga murah yaa..?"

    Mau nyesel, tapi uda terlanjur dateng barangnya.
    Mau dikasihin ke orang, apa ada yang mau?

    Gitu namanya menyesal datengnya belakangan yaa..
    Tapiii.. ada kalanya Doom Spending jadi save our money banget. Karena uda beli barang tertentu saat diskon, jadi pas menggunakan bisa lebih santai tanpa kepikiran "Kudu hemat.. hemat..."

    Hehehe.. suka gitu manusia tuh yaa..
    Kalo Doom Spending paling parah yaa.. bagian spending money just for eating siih..
    Demi gaya hidup, minum kopi di tempat keren, huhuhu.. ini yang biasanya berujung penyesalan terdalam.

    BalasHapus
  14. Healing ga harus mahal, ya. Apa lagi untuk pengeluaran yang bersifat konsumtif. Kecuali kalau ada nilai produksi di sana, bolehlah asal dihitung dan dipertimbangkan masak-masak dulu

    BalasHapus
  15. Sering denger kata doomsday kan artinya kiamat yah. Doom spending sepertinya mengarah ke sana sih. Kiamat yg dibikin sendiri. Lah, gimana engga boncos kan. Seringkali lingkungan pertemanan juga pengaruh ya ke sikap doom spending ini. Kan temen biasanya ngajak ke mana gitu, kitanya hayuk...

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)